Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

IED Mubarak

5 Juni 2019   11:16 Diperbarui: 5 Juni 2019   11:28 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi disambut dengan suara takbir. Mentari pun seakan senang hari ini. Pagi sekali sang mentari telah bangun dari peraduan dan menampakkan diri di antara awan putih di langit tinggi. Hilir mudik penjalan kaki bergamis syar'i dan berpeci menghiasi lapangan dan mesjid-mesjid. Tampak nyaman sekali mata ini memandangnya.

Dengan semangat kuhantarkan kaki ini menuju ke rumah suci. Tempat dimana kita bersimpuh di hadapan Allah Ya Rabbi. Memohon keberkahan dan rahmatnya sekalian alam. Dengan merendah di hadapanNya tanpa syarat karena rasa syukur yang tak terhingga atas kemenangan diri di hari yang suci ini.

Lantunan takbir pun turut terhantar dari mulut ini yang sekiranya kotor karena ucapan-ucapan tak berarti. Tangan ini pun ikut menengadah berharap keridhoan Allah SWT atas kerjanya yang mungkin masih kurang terpuji. Dan otak ini mulai berpikir untuk mengatur ulang semua yang pernah terbersit, terucap atau pun diperbuat sekiranya nanti tak lagi sampai menyakiti hati-hati yang lainnya.

Teringat lisan Khotib saat khutbah sehabis sholat dua rakaat Idul Fitri. Ketika Rasulullah SAW mengabarkan kepada para sahabatnya bahwa Malaikat Jibril tak akan menemuinya lagi. Betapa senangnya sahabat Rasullullah dengan berita itu. Itu artinya Islam telah sempurna. Namun, ada salah satu sahabat Rasullullah, paman beliau, Abu Bakar As Sidiq yang berwajah muram kala itu.

Kemuramannya di bawanyalah pulang ke rumah, lalu beliau mengunci diri di kamar dan bersedih. Para sahabat yang lain pun diliputi kebingungan dengan keadaan ini. Lalu mereka pun mendatangi Abu Bakar dan menanyakan kepada beliau apa gerangan yang membuat beliau bersedih. Bukankah kabar ini seharusnya membuat beliau senang. Karena itu pertanda Islam telah sempurna.

Abu Bakar pun mengatakan bahwa kesempurnaan yang ada akan menghasilkan ketidaksempurnaan yang lain. Itu artinya Rasulullah tidak lama lagi akan meninggalkan kita. Siapakah lagi yang dapat menuntun kita? Bisakah kita tetap berada dalam jalan lurusNya. Akankah tak ada masalah yang datang setelahnya? Dan mungkin masih banyak pertanyaan lain yang terlontar dari bibirnya yang bergetar.

Dari sini saya pun sadar bahwa kesempurnaan puasa Ramadhan kali ini bisa saja hanya kata kiasan yang tak sesuai dengan kenyataan. Canda dan tawa yang kita ciptakan, baik secara langsung atau pun lewat tulisan dan sekedar gambar E-motion, bisa saja menimbulkan sekelumit penghalang bagi saya untuk menuju kesempurnaan Ramadhan di hari yang Fitri ini.

Oleh karena itulah, saya memohon maaf baik lahir atau pun batin atas salah dan khilaf saya selama ini. Saya berharap kita semua bisa kembali fitrah di hari kemenangan ini. Bebas dari dosa dengan sesama. Ibarat gawai, telah disetel ulang ke pengaturan pabrik, bebas virus berbahaya yang dapat mengacaukan jalan kehidupan saya di masa mendatang. Semoga Allah SWT meridhoi semua amal kebajikkan yang telah kita lakukan dan mengampuni dosa-dosa kita.

Selamat Hari Raya Idul Fitri

IED Mubarak 1440 H


Berharap tak ada lagi dendam di antara kita. Kedudukan sama, kosong-kosong seperti di awal pertandingan. Agar dapat kita rencanakan perjuangan yang berarti dan bermanfaat bagi diri dan sesama.  

Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; MTP, 5 Juni 2019.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun