Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kisah Inspirasi Gajah dalam Kulkas? Menyederhanakan yang Rumit

1 Maret 2019   11:02 Diperbarui: 12 Maret 2019   23:08 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pixabay.com yang telah di edit kembali oleh EcyEcy

Di suatu pertemuan keluarga, saya diantara para bapak, ibu- ibu serta anak-anak kecil sedang berkumpul. Pada acara bebas itu kami bermain tebak-tebakan. Tujuannya hanya untuk santai-santai saja dan agar semua kalangan usia pun bisa ikut andil dalam permainan ini. Ada yang bertanya dan ada yang menebak jawabannya.


"Bersisik bukannya ikan berpayung bukannya raja. Buah apakah itu?" ucapku mengawali permainan.
"Manggis."
"Bukan."
"Nanas."
"Betul."
"Sekarang saya lagi. Gantian. Kalau perlu malah dibuang. Kalau tidak diperlukan malah diambil. Benda apakah itu?" kata adik ipar saya.
"Upil."
"Ngarut." Terdengar tawa riang di ruangan itu.
"Sampah."
"Kalau itu nggak diperlukan baru dibuang. Salah."
"Jadi apa? Nyerah dech."
"Jangkar. Kalau mau dipakai kan harus dilempar ke laut kalau tidak dipakai akan ditarik naik ke kapal."
"Iya juga. Sekarang saya lagi."  Adik saya meminta persetujuan untuk ikut serta.
"Silahkan." Jawab yang lainnya serentak.
"Santai saja. Nggak usah terlalu serius. Bagaimana caranya masukkan gajah ke dalam kulkas." Adik saya tadi melemparkan pertanyaannya.
"Gajah kan lebih besar dari kulkas, mana bisa masuk lah," protes seorang adik saya yang lain.
"Bisa aja. Kita sembelih gajahnya baru kita potong-potong dagingnya. Bereskan kan?" kata suaminya.
"Salah."
"Oh... kita foto gajahnya baru fotonya kita masukkan ke dalam kulkas,gimana?" kata sepupu saya.
"Terlalu rumit. Ada kok cara yang mudah."
"Apa coba?"
"Buka pintu kulkas, masukkan gajahnya baru tutup pintunya," teriak seorang anak kecil dari kerumunan tersebut.
"Betul itu."


Sontak semua mata menuju pada anak itu. Anak sekecil itu dapat menjawabnya dengan benar. Ternyata jawabannya sesederhana itu. Buka pintu kulkas, masukkan gajahnya lalu tutup pintu kulkasnya. Iya juga sih. Tapi....

Nah... kebanyakan orang dewasa berpikir terlalu rumit. Gajah kan besar, nggak muat lah, mana ada gajah masuk dalam kulkas, nggak mungkin atau ucapan-ucapan lain yang mematahkan pertanyaan tadi. Padahal di awal pertanyaan  tadi sudah dibilang agar menjawab dengan santai. Begitulah kehidupan. Semakin dewasa seseorang, maka semakin rumit pikirannya. Rumit yang direncanakan.


Cobalah lihat anak kecil, makhluk lugu dan polos, mereka masih berpikir sederhana. Karena itulah, seorang anak suka sekali berlari ke sana kemari karena yang mereka pikirkan adalah kesenangan. Asalkan hati mereka senang, rasa lelah  dan sakit bukan menjadi halangan. 

Belum terbersit dibenaknya bahwa nanti jatuh, kalau jatuh bisa luka, nanti berdarah, keseleo, patah tulang atau apapun itu. Hanya orang dewasa sajalah yang bisa berpikiran serumit itu. 

Bayangkan kalau anak kecil sudah berpikiran seperti orang dewasa, bisa-bisa tak ada ramainya dunia yang diisi dengan lari riang anak-anak karena mereka semua takut jatuh dan terluka.


"Lalu kalau mau masukkan jerapah ke dalam kulkas, gimana?" Adik saya melanjutkan pertanyaannya.
"Buka kulkas, masukkan jerapahnya lalu tutup pintu kulkas. Beres." jawab suaminya.
"Salah."
"Loh kok salah?"
"Keluarkan gajahnya dulu baru masukkan jerapahnya, Pa. Biar kulkasnya muat," ucap anaknya dengan lantang.
"Nah... benar lagi tuh jawaban anakmu."


Semua orang dewasa heran dan takjub dengan jawaban anak tadi. Ada hal sederhana yang tak pernah terpikirkan oleh mereka.


"Di hutan, sang raja rimba mengadakan pesta. Semua hewan tanpa terkecuali, harus datang ke sana. Ternyata setelah dihitung, ada satu hewan yang tak datang. Hewan apakah itu?"
"Kancil karena kancil tak diundang."
"Salah."
"Macan karena raja hutan bermusuhan dengan macan."
"Salah."
"Jadi hewan apa?"
"Jerapah, Ma. Jerapahnya masih di dalam kulkas. Nggak bisa keluar." Anak kecil tadi menjawab dengan senyuman.
"Anakmu lagi yang benar kali ini."


Ternyata daya nalar anak itu bagus juga. Dia bisa mengaitkan cerita satu dengan cerita lainnya hingga mampu menjawab pertanyaan tadi dengan mudah. Tak ada yang membayangkan jawaban itu karena para orang dewasa sudah disibukkan dengan opini rumitnya masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun