Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Prof. Sajogyo dan Garis Kemiskinan

30 April 2012   06:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:56 3310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“If you want to understand the economy of my country, study my culture and our political system. If you want to understand our culture and political system, study our economy”

Belum lama sejak meninggalnya ProfWidjojo Nitisastro, kita mendapat kabar duka lagi. Kali iniyang dipanggilYang Maha Esa adalah guru besar sosiologi pedesaan, Prof. Sajogyo. Beliau menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit PMI, Bogor, Jawa Barat, 17 Maret 2012, pukul 05.30 WIB.

Sajogyo lahir di Karanganyar, Kebumen, Jawa Tengah, 21 Mei 1926. Pria bernama asli Sri Kusumo Kampto Utomo ini menyelesaikan pendidikan dasarnya di Purwokerto. Pendidikan menengahnya kemudian dilanjutkan di Yogyakarta. Selanjutnya, Sajogyo mengenyam pendidikan tinggi di Fakultas Pertanian Universitas Indonesia pada tahun 1950, yang sekarang menjadi Institut Pertanian Bogor. Pendidikan post doctoralnya ditempuh di University of Chicago, Amerika Serikat.

Garis Kemiskinan Sajogyo

Pria yang sempat identik dengan jenggot putih ini melahirkan apa yang disebut dengan“Garis Kemiskinan Sajogyo.” Menurutnya, kelompok miskin adalah rumah tangga yang mengkonsumsi pangan kurang dari nilai tukar 240 kg beras setahun per kepala di pedesaan atau 369 kg di perkotaan. Dari sini diperoleh angka kecukupan pangan yakni 2.172 kalori per orang per hari. Angka yang berada di bawah itu termasuk kategori miskin. Belakangan, dengan memasukkan harga beras setempat, dapat dihitung jumlah rupiah pengeluaran sebagai indikator batas kemiskinan itu atau dikenal dengan garis kemiskinan.

Sajogyo benar-benar mengabdikan hidupnya untuk ilmu pengetahuan. Hal itu terbukti dengan didirikannya Sajogyo Institute yang merupakan badan pelaksana Yayasan Sajogyo Inti Utama yang didirikan pada tahun 2005. Dia membangun institut itu bersama para kolega, sahabat, murid dan anak-anak muda yang terinspirasi oleh kepedulian, pemikiran, dan konsistensi perjuangan yang panjang dalam memahami dinamika masyarakat petani dan penghidupan di pedesaan.

Sosok yang dikenal sederhana dan ramah ini, telah menghasilkan karya-karya terbaik yang sangat dirasakan oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Setelah berhasil menemukan pengukuran garis kemiskinan yang dikenal dengan “Garis Kemiskinan Sajogyo”, ia juga melakukan evaluasi kritis terhadap revolusi hijau melalu karyanya yang klasik bertajuk “Modernization without Development in Rural Java”. Karya yang menjadi paper untuk lokakarya FAO di Bangkok inimenunjukkan bahwa Revolusi Hijau hanya menguntungkan petani golongan atas dan mempercepat proses proletarisasi petani gurem. Karya ini menjadi rujukan utama dalam kajian Green Revolution di beberapa benua dengan gejala diferensiasi sosial pedesaan.

Septian Tri Kusuma di radar bogor.co.id menulis bahwa Prof Sajogyo dikenal sangat dekat dengan LSM. Pada tahun 1973, ia turut menjadi pendiri LSM Bina Desayang eksis hingga kini. Gagasan-gagasannya tentang pemberdayaan masyarakat di kemudian hari mempengaruhi kebijakan Inpres Desa Tertinggal (IDT). Di kampus IPB, dia juga menjadi pendiri dan Direktur Lembaga Penelitian Sosiologi Pedesaan IPB ( 1972-1982) yang kemudian disebut dengan nama Pusat Studi Pembangunan IPB. Dari Pusat Studi Pembangunan ini, lahir sejumlah rintisan studi dan bangunan teori tentang studi wanita, kajian agraria, dan kajian industrialisasi pedesaan.

Pemikir yang Luar Biasa

Salah seorang mantan mahasiswanya yang dekat dengan sosok almarhum adalah Bayu Krisnamurthi. Mantan mahasiswa Prof. Sajogyo itu, kini menjadi Wakil Menteri Perdagangan Republik Indonesia. Menurut Bayu, sosok Sajogyo adalah seorang pemikir yang luar biasa mengingat banyaknya karya besar yang diciptakan semasa hidupnya. Bahkan, dia diakui sebagai salah satu ilmuwan terkemuka di bidang sosiologi pedesaan. Ketika wartawan bertanya kepada Bayu, bagaimana menggambarkan sosok Prof. Sajogyo, Bayu menjawab: Lurus dan sederhana!

Di sebuah media nasional, Bayu Krisnamurthi menulis bahwa Prof Sajogyo memiliki ciri khas, yakni jenggot panjang.“Dengan suaranya sangat lembut dan dengan kesederhanaannya yang luar biasa, Prof Sajogyo ternyata juga piawai membakar semangat,” tulisnya seraya memaparkan betapa dia disemangati ketika hendak presentasi suatu makalah di luar negeri.

Interaksi Prof Sajogyo dengan para koleganya, dengan para pemikir dan pakar internasional juga melahirkan pemikiran dan pemahaman yang lebih baik tentang berbagai fenomena masyarakat, seperti involusi pertanian, transformasi struktural tenaga kerja pedesaan, efektivitas subsidi, dan dampak mekanisasi. Karya dan sumbangan pemikiran Prof. Sajogyo yang benar-benar berarti bagi masyarakat luas, tak hanya diakui oleh pemerintah, juga oleh berbagai elemen masyarakat. Pemerintah memberinya berbagai penghargaan, diantaranya Penghargaan Bintang Jasa Utama (1993), Penghargaan Satya Lencana Pembangunan (1998), dan Penghargaan Bintang Mahaputra Utama (2009). Dari elemen masyarakat, Prof Sajogyo memperoleh penghargaan Habibie Award dan Achmad Bakrie Award, di samping penghargaan dari IPB.

Kini, Prof Sajogyo telah meninggalkan kita semua. Yang tertinggal adalah warisan karya dan keteladanan beliau. Ungkapan yang tercantumdi awal artikel inipun adalah warisan beliau. Selamat jalan Bapak Sosiologi Pedesaan Indonesia. (dari berbagai sumber)

( I Ketut Suweca , 30 April 2012).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun