Belum lama ini, Pak Johan Wahyudi menayangkan artikel tentang kiat agar tulisan nongol di Kompas cetak. Ia mengaku kesulitan menembus koran tersebut. Beruntung, Kang Pepih Nugraha memberinya jurus jitu menembus koran nasional tersebut yang kalau diringkas begini : jaga data, jaga bahasa, dan jaga ciri khas. Detailnya, pembaca bisa membuka lapak Pak Johan.
Saya pun penasaran, apa gerangan kriteria untuk bisa tembus koran Kompas. Sepertinya kok suliiit sekali sih? Beberapa kali saya menulis dan mengirimkan tulisan ke situ, tapi belum satu pun dimuat. Tulisan yang ditolak itu, saya kirim ke media lain, eh ternyata dimuat. Saya jadi benar-benar penasaran, adakah rahasia untuk bisa berhasil membuat tulisan saya mejengdi Kompas cetak.
Ceruk Wilayah Penulisan
Penuturan Pak Johan Wahyudi pada lapaknya yang dilengkapi oleh Kang Pepih Nugraha pada bagian komentar, membuat saya lebih paham tentang artikel seperti apa yang bisa dimuat di Kompas.Kang Pepih menekankan, bahwa ceruk wilayah penulisan perlu dimiliki, didalami, dan benar-benar dikuasai dengan tuntas: menulis pada bagian yang kecil-sempit tapi mendalam. Sebagai pembaca, saya pun ikut menikmati jurus yang luar biasa itu.
Selama mengirim naskah ke koran, saya nyaris tak pernah mendapatkan pemberitahuan, apakah naskah saya akan dimuat atau tidak. Kalau redaksi berniat memuat, ya dimuat saja. Kalau redaksi bermaksud menolak, ya tak ada pemberitahuan sama sekali. Lain halnya dengan Kompas cetak. Kalau saya mengirim tulisan ke situ via e-mail, beberapa hari kemudian akan ada balasan via e-mail juga dari kepala desk ropini. Sebagai Kepala Desk Opini, Ibu Sri Hartati, menyatakan bahwa artikel saya sudah diterima dan sekaligus memberitahu bahwa artikel itu tidak bisa dimuat karena satu atau lebih alasan, diantaranya karena “kesulitan mendapatkan tempat.”
Kendati naskah-naskah yang saya kirim belum juga berhasil dimuat, saya sungguh merasa senang mendapatkan tanggapan ramah dan positif seperti itu. Jarang ada redaksi yang memberi respons yang baik seperti yang dilakukan Kompas. Ini salah satu pertanda bahwa administrasi dan manajemen media ini berjalan baik. Untuk itu, saya sampaikan terima kasih kepada Ibu Sri Hartati (semoga beliau sempat membaca artikel ini). Satu hal lagi yang menarik, pada bagian bawah surat elektroniknya, beliau selalu mengajak penulis agar bersedia menulis lagi untuk melayani masyarakat melalui Kompas dengan tema tulisan yang aktual dan relevan dengan persoalan dalam masyarakat, disajikan secara lebih menarik. Sungguh sebuah ajakan yang memacu semangat menulis, lagi dan lagi.
Kriteria Artikel
Untuk sekadar berbagi, ada baiknya saya kutip catatan kriteria untuk artikel Kompas sebagaimana tertera pada e-mail dari Kompas. Isinya sbb.:
1.Asli, bukan plagiasi, bukan saduran, bukan terjemahan, bukan sekadar kompilasi, bukan rangkuman pendapat/buku orang lain;
2.Belum pernah dimuat di media atau penerbitan lain termasuk blog, dan juga tidak dikirim bersamaan ke media atau penerbitan lain;
3.Topik yang diuraikan atau dibahas adalah sesuatu yang aktual, relevan, dan menjadi persoalan dalam masyarakat;
4.Substansi yang dibahas menyangkut kepentingan umum, bukan kepentingan komunitas tertentu, karena Kompas adalah media umum dan bukan majalah vak atau jurnal dari disiplin ilmu tertentu;
5.Artikel mengandung hal baru yang belum pernah dikemukakan penulis lain, baik informasinya, pandangan, pencerahan, pendekatan, saran, maupun solusinya;
6.Uraiannya bisa membuka pemahaman atau pemaknaan baru maupun inspirasi atas suatu masalah atau fenomena;
7.Penyajiannya tidak berkepanjangan, dan menggunakan bahasa popular/luwes yang mudah ditangkap oleh pembaca yang awam sekalipun. Panjang tulisan 3,5 halaman spasi ganda atau 700 kata atau 5.000 karakter (dengan spasi) ditulis dengan program Words;
8.Artikel tidak boleh ditulis berdua atau lebih;
9.Menyertakan data diri/daftar riwayat hidup singkat (termasuk no. telepon/HP), nama Bank, dan no. rekening
10.Menyertakan alamat e-mail.
Bagi sahabat yang belum pernah atau sedang mencoba, mari mengadu nasib bersama saya? Siapa tahu, dengan rajin mengirim artikel ke Kompas, suatu saat nanti salah satu dari sekian artikel kitaberhasil dimuat. Nah, saat itulah kita boleh berteriak: hooreeee, naskahku dimuat!!! Heiiii, teman-teman kompasianer dan tetanggaku semuanya, tahu nggak sih, naskahku dimuat di Kompas. Keren nggak, keren nggak??
Mari perjuangkan ‘mimpi’ itu.
( I Ketut Suweca , 18 Mei 2012).