Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Apa Kabar Dunia Literasi Indonesia?

25 Juni 2012   11:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:33 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13406234561743396671

[caption id="attachment_196986" align="aligncenter" width="300" caption="Buku Gempa Literasi"][/caption]

Judul buku ini Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara. Diterbitkan KGP (Kepustakaan Populer Gramedia), tahun 2012, berketebalan 525 halaman. Ditulis dengan cara berduet oleh dua orang penulis, yakni Gol A Gong dan Agus M. Irkham. Di kulit depan dibubuhi tulisan : 99 Esai Bergizi tentang Buku, Perpustakaan, Komunitas Literasi, Budaya Baca-Tulis, dan Taman Bacaan Masyarakat. Buku ini dilengkapi pula dengan 50 profil komunitas literasi Indonesia.

Pada bagian Salam Pembuka, penulis menyampaikan bahwa buku ini merupakan bentuk dari cinta kasih dan keterlibatan penulisnya di lapangan literasi. “Kami mengartikan literasi sebagai keberaksaraan, di mana keaksaraan teknis menjadi salah satu pokok bahasannya – selain keaksaraan fungsional dan budaya,” tulisnya.

Buku ini menghadirkan literasi dari dua sisi: konsepsi dan praksis. Sisi pertama memahamkan sekaligus memberi kita pijakan erat tentang pentingnya melek literasi. Sisi ini juga memberikan panduan dan ikatan atas perubahan dan perkembangan dunia literasi yang terjadi di Indonesia – yang dalam pandangan penulis buku ini -- sudah memasuki generasi ketiga. Sisi kedua, berupa contoh nyata bagaimana buku diupacarai dan dirayakan oleh komunitas literasi, salah satunya di Rumah Dunia.

Ada banyak bagian buku ini yang menarik untuk dibaca dan dicermati. Tentang pentingnya pemasaran buku, Agus M Irkham menegaskan, bahwa adalah bohong kalau ada yang mengatakan buku bagus tak perlu dipasarkan karena ia dapat menjual dirinya sendiri. “Buku sebagus apapun tampilannya, kemasannya, dan isinya, tetap harus dipasarkan. Kegigihan memasarkan buku ini yang disebut oleh Andrea Hirata sebagai membangunkan raksasa tidur. Calon pembeli harus diyakinkan bahwa buku yang ia beli sangat berguna sehingga rupiah yang telah dikeluarkannya tidak sia-sia,” tulis Irkham. Menurutnya, ada banyak cara membangunkan raksasa tidur itu. Beberapa diantaranya melalui pelatihan dan menggandeng media lain, seperti televisi, radio, koran, dan majalah. Bisa juga dengan menggelar acara jumpa penulis dan peluncuran buku (hal. 144).

Agus M. Irkham menulis, bahwa sekarang ini, para pencari kebenaran dan ketenangan hidup lebih memilih buku (substansi) ketimbang guru (ikon) sebagai mentor karier kesadaran kemanusiaan mereka. Menurut Irkham, penyebabnya adalah, pertama, buku memberikan ruang dialog yang menyejajarkan. Orang tidak perlu menyimpan rasa rikuh apalagi takut tidak sependapat dengan apa yang dituliskan dalam buku. Kedua, buku memungkinkan tiap orang menjadi guru/penyeru – meskipun ia tidak bertujuan demikian – saat ia memutuskan merekam pengalaman batinnya ke dalam bentuk buku.

“Aku yakin, buku bukanlah sekadar seonggok kertas tebal dengan huruf-huruf tercetak. Aku yakin, di dalamnya ada gagasan-gagasan atau buah pikiran penulisnya. Dari buku, kita bisa belajar banyak tentang sosiologi seperti saat membaca trilogi Ronggeng Dukuh Paruk-nya Ahmad Tohari, tentang kebudayaan dalam Pengakuan Pariyem-nya Linus Suryadi, ideologi di tetralogi Buru milik Pramoedya Ananta Toer…,” tulis Gol A Gong. Benar, kita bisa belajar banyak hal dari buku asalkan benar-benar dibaca. Tidak untuk dijadikan hiasan di rak ruang tamu atau tempat hunian sang ngengat di sudut belakang rumah.

Buku Gempa Literasi ini pantas dibaca oleh siapa pun yang ingin memahami perkembangan dunia literasi di Indonesia. Lumayan banyak pengetahuan baru yang bakal diperoleh, termasuk mengenal komunitas-komunitas yang peduli terhadap budaya baca dan tulis. Walau terbilang cukup tebal, tapi buku ini bisa dibaca sambil nyantai, sedikit demi sedikit. Apalagi, bukan termasuk buku ‘berat’.

( I Ketut Suweca , 25 Juni 2012).

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun