Jangan Sia-siakan Waktu
Pesan yang disampaikan melalui peribahasa ini adalah hendaknya semangat belajar itu digelorakan selagi muda. Jangan menyia-nyiakan waktu. Jangan berleha-leha di usia muda. Mengapa? Karena, di usia mudalah daya ingat manusia sedang berada pada puncaknya atau sedang tajam.
Jadi, selagi kemampuan otak masih tajam, maka saatnya untuk mengisinya dengan ilmu pengetahuan yang berguna. Kalau otak masih tajam, ilmu yang dipelajari akan lebih mudah dipahami, dimengerti.
Akan berbeda halnya kalau usia sudah tua. Relatif sulit untuk menyerap ilmu-ilmu baru ke dalam ingatan. Bagai mobil yang sudah tua, banyak bagiannya yang sudah keropos. Banyak onderdilnya yang tidak sebagus saat baru, dulu.
Pikiran yang menua cenderung dilanda kepikunan, apalagi malas diasah oleh sang empunya. Maka, alih-alih menunggu usia tua baru mulai belajar, di masa mudalah waktu yang paling tepat untuk menambah ilmu.
Jadi, melalui filosofi hidup ini dianjurkan jangan hendaknya menyia-nyiakan waktu di usia muda jika tidak ingin menyesal di usia tua. Para tetua di Bali menganjurkan untuk belajar dan belajar, meningkatkan ilmu dan keterampilan sebagai bekal yang berguna dalam menjalani hidup dan kehidupan.
Besi yang Ditempa, Diasah!
Senada dengan peribahasa di atas, ada satu lagi local genius yang perlu diperkenalkan. Temanya tentang pentingnya ketekunan dalam meraih pendidikan terbaik. Apakah itu?
Bunyinya demikian:
sepuntul-puntul besine, yen sangih dadi mangan.
Terjemahan bebasnya adalah setumpul apa pun sebatang besi, jika ditempa dan diasah dengan terus-menerus pasti akan menjadi tajam.