Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jangan Terus-menerus Menjadi Staf, Ada Saatnya Menjadi Pimpinan

24 Mei 2020   16:19 Diperbarui: 24 Mei 2020   18:37 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: https://www.officelovin.com/

Mungkin kita melihat fenomena "aneh" terjadi di kantor atau institusi. Ada beberapa orang memiliki karier yang tak kunjung bergerak ke level yang lebih tinggi. Begitu-begitu saja dari tahun ke tahun, tak pernah merangkak naik, sekali pun hanya setingkat lebih tinggi.

Tetap saja menjadi bawahan atau anak buah, tak kunjung menjadi kepala bagian atau pimpinan. Padahal, latar belakang pendidikan sudah baik, paling tidak sarjana. Sementara, ada yang lebih muda dari mereka, kariernya maju lebih cepat.

Lalu, adakah yang salah? Secara ideal, pencapaian karier dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor eksternal banyak sekali macamnya. Maka, dalam tulisan ini saya hanya ingin menyampaikan faktor internal yang menyangkut apa-apa yang harus dilakukan oleh seseorang untuk mempersiapkan diri menyongsong karier yang lebih baik ke depan.

Tingkatkan Kualitas Diri

Pertama, tingkatkan kualitas diri secara berkesinambungan. Jangan pernah berhenti belajar. Belajar hendaklah menjadi kegiatan wajib. Belajar melalui pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan kantor, belajar melalui kursus-kursus yang banyak dilakukan perusahaan yang bergerak di bidang peningkatan SDM, atau belajar secara otodidak.

Pelajari hal-hal yang paling diminati. Pelajari hal-hal yang menjadi tuntutan pekerjaan. Pelajari hal-hal teknis untuk mendapatkan skill tertentu. Dengan skill itu kita bisa unjuk kemampuan dalam mengerjakan tugas.

Dan, jangan lupa, mulailah belajar tentang manajemen, karena dengan ini kita paham  bagaimana menyusun rencana yang baik, mengorganisasi, menggerakkan, dan mengontrol kegiatan berbagai kegiatan serta mengevaluasinya.

Tak cukup itu saja. Pelajari juga ilmu leadership. Dari ilmu ini, kita akan bisa belajar bagaimana menjadi pemimpin yang efektif. Ilmu ini sangat strategis sifatnya untuk mempersiapkan diri menjadi seorang pemimpin yang sesungguhnya di kemudian hari.

Kedua, bekerja dengan sebaik-baiknya. Beberapa orang hadir ke kantor sekadar memenuhi absen. Datang ke tempat kerja, melakukan absensi, ngobrol dengan teman-teman, buka-buka media sosial, minum di kantin, lalu pulang untuk makan siang. Sorenya, datang lagi ke kantor, ngobrol ngalor-ngidul lagi, tak mengerjakan apa pun, lantas pulang. 

Ketika diberikan tugas oleh atasan suka menolak, lalu mengatakan bahwa itu tugas si A atau tugas si B, yang penting bukan tugas dia. Jika terpaksa melaksanakan tugas, sering melewati deadline yang ditetapkan dengan kualitas yang menyedihkan. Nah, jika seperti itu tindak-laku orang dalam bekerja, dapatkah diandalkan?

Orang yang bekerja dan ingin membina karier mesti menunjukkan kinerja yang baik, bahkan menonjol. Tak sekadar bekerja tapi tanpa hasil. Bekerja harus berorientasi pada hasil. Hasilnya pun sesuai dengan harapan si pemberi tugas, bahkan lebih. Bekerja dengan sebaik-baiknya adalah bekerja dengan upaya maksimal dengan sumber daya yang ada. Kalau belum bisa, dapat bertanya pada ahlinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun