Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar secara Otodidak Saat "Stay at Home", Mengapa Tidak?

9 Mei 2020   17:02 Diperbarui: 9 Mei 2020   17:03 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: twiniversity.com

Sahabat kompasiana, apa kabar? Semoga semua dalam keadaan sehat-walafiat. Bagaimana kalau sekarang kita berbicara sedikit saja tentang belajar otodidak, suatu sistem belajar mandiri yang bisa dilakukan tanpa harus melibatkan guru.

Berbeda dengan belajar di sekolah formal, belajar otodidak mengandalkan kemandirian dalam proses belajar. Pembelajarnya boleh siapa saja, tua-muda dan dari berbagai profesi.

Contoh Pengalaman Belajar

Mari kita mulai dengan sebuah kisah nyata terlebih dahulu. Dikisahkan seorang pria muda, sebut saja namanya Dwi, belum lama menyelesaikan studi S1-nya. Dengan berbekal prestasi akademik yang relatif tinggi, ia bercita-cita meneruskan pendidikan.

Ia memiliki keinginan yang besar kuliah S2 di luar negeri dengan beasiswa. Bukan tak mau di dalam negeri, melainkan ia ingin menguasai Bahasa Inggris dari penutur aslinya dan mendapatkan wawasan global.

Kedua orangtuanya sebenarnya tidak mengharuskan belajar ke luar negeri. Di dalam negeri saja sudah  cukup. Apalagi ada beberapa universitas pilihan dengan kualitas yang bagus untuk ukuran di Indonesia, bahkan di Asia. Bisa dipilih salah satu di antara yang ada di dalam negeri.

Tetapi, Dwi tetap pada niat awalnya untuk bisa kuliah di luar negeri saja. Tantangan untuk mewujudkan cita-citanya ini tentu saja sangat berat. Ia harus siap bersaing dengan berbagai calon mahasiswa dari berbagai belahan dunia, apalagi ingin mengikuti program beasiswa pula. Kalau mengandalkan pembiayaan dari orang tua sudah pasti tidak dimungkinkan.

Salah satu syarat terbesar dan tersulit adalah bahasa. Ya, ia harus mendapatkan score yang cukup untuk boleh mendaftar. Contohnya, score IELTS rata-rata minimal 6,5 untuk boleh mendaftar di salah satu universitas yang termasuk 100 besar dunia. Ini tentu tidak mudah. Dibutuhkan upaya keras dan waktu lama untuk bisa mencapai score itu.

Mempersiapkan rencana studinya, Dwi sudah belajar sejak lama. Dan, karena sudah mempersiapkan sejak awal kuliah S1 dulu, maka ia akhirnya berhasil mencapai score melebihi standar minimal yang ditetapkan. Bahkan, ia berhasil meraih score IELTS 7,5 saat mencoba mengikuti test ini. Jadi, sudah memenuhi syarat untuk mendaftar. Pernah sebelumnya, Dwi mengikuti test TOEFL, ia mencapai score 620.

Sepenuhnya Belajar Otodidak

Lalu, bagaimana Dwi mencapai nilai itu padahal ia tak pernah kursus Bahasa Inggris? Dwi benar-benar belajar otodidak selama ini. Dari mana dia belajar? Setelah ditelusuri, ternyata Dwi belajar Bahasa Inggris dari video-video yang banyak beredar di internet. Dari kelas pemula hingga kelas lanjut dipelajarinya dengan sungguh-sungguh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun