Mohon tunggu...
ECOFINSC UNDIP
ECOFINSC UNDIP Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Study Finance FEB UNDIP

ECOFINSC FEB UNDIP adalah organisasi mahasiswa berbentuk kelompok studi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian mengenai permasalahan perekonomian maupun keuangan di lingkup nasional maupun internasional. Lebih lanjut mengenai ECOFINSC dapat di akses melalui https://linktr.ee/Ecofinscfebundip

Selanjutnya

Tutup

Financial

Terancam Dunia Akan 'Gelap', Bagaimana Respon Ekonomi Indonesia Untuk Menghadapi Tantangan Tersebut?

20 September 2022   10:00 Diperbarui: 24 September 2022   05:41 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi dunia atau ekonomi global secara umum merujuk pada ekonomi yang didasarkan pada ekonomi nasional semua negara di dunia. Ekonomi dunia saat ini semakin tidak menentu. Kenaikan dan kejatuhan pasaran saham dan bahan makanan dunia di luar kawalan. Banyak pihak yang panik dengan krisis yang terjadi, terutama para produsen pelaku ekonomi yang telah mengalami kerugian jutaan dolar. Selanjutnya yaitu pasaran beras negara dan dunia, ekoran kenaikan minyak dan permintaan dunia pada April yang lalu, harga Thai White Rice meningkat hingga 1080 USD per tan metrik. Melihat situasi saat ini yang sangat memprihatinkan, menyebabkan koreksi di dalam pasar modal Indonesia. Terutama biaya stimulus yang selama ini banyak dikeluhkan pengusaha. Cyber pungli harus kembali diaktifkan pemerintah agar produksi dan distribusi barang di Indonesia dapat dilakukan produsen secara efisien. 

Ekonomi dunia yang 'gelap' merupakan suatu keadan ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja akibat inflasi tinggi. Inflasi yang tak terkendali menyebabkan gangguan ekonomi, mulai dari resesi hingga stagflasi. Daya beli masyarakat bisa tergerus. Sedangkan konsumsi rumah tangga merupakan kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi, yakni sekitar 54%. Dari data BPS, ekonomi triwulan II/2022 tercatat tumbuh mencapai 5,4%, lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2020. Bank Indonesia pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih dalam kisaran konservatif, 4,7% - 5,5%. Kita harus tetap waspada akan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi global, perdagangan global yang akan mempengaruhi harga komoditas. Pengamat Kebijakan Publik mengatakan bahwa berbagai krisis telah menimpa dunia. Hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya resesi yang dimana terdapat beberapa faktor atas terjadinya hal ini, 1) ketidakseimbangan produksi dan konsumsi; 2) perlambatan pertumbuhan ekonomi, digunakan sebagai ukuran untuk menentukan baik buruknya kondisi ekonomi suatu negara; 3) terjadinya inflasi atau deflasi yang tinggi, tingkat pengangguran yang tinggi; serta 4) hilangnya kepercayaan investasi. 

Dalam ketidakpastian kondisi global dan berbagai bisikan akan gelapnya dunia tahun depan, membuat berbagai negara mewaspadai tantangan tersebut. Meskipun saat ini Indonesia masih mengalami fundamental ekonomi nasional yang positif, namun ada beberapa risiko yang harus tetap diwaspadai. Berbagai risiko yang diwaspadai disebabkan karena volatilitas pasar keuangan pada tahun depan diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan tahun ini. Hal ini berasal dari dampak perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan kenaikan sejumlah harga komoditas di pasar dunia. Melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I dan II yang sangat impresif, dan pada kuartal II konsumsinya mencapai 5,4% dan bertumbuh sangat baik di tengah-tengah ketidakpastian global, diharapkan akan terus bertumbuh secara positif dan mampu bertahan untuk menghadapi volatilitas yang lebih tinggi lagi pada tahun depan, sehingga Indonesia akan selamat dari resesi global. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral memiliki peran yang sangat penting dengan menyelenggarakan kebijakan moneter yang ketat melalui peningkatan suku bunga yang berdampak pada permintaan agregat sehingga menurunkan tekanan inflasi. Selain Bank Indonesia, Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan stimulus dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional sendiri pada tahun 2020. 

Tahun 2022 merupakan tahun dimana seluruh negara di dunia mencoba memulihkan kondisi perekonomian yang sempat memburuk akibat dari pandemi COVID-19. Berbagai kebijakan pembatasan diberlakukan oleh pemerintah negara-negara di dunia, bahkan di Indonesia. Kebijakan-kebijakan tersebut cukup memberikan dampak buruk bagi perekonomian, seperti penurunan tingkat konsumsi rumah tangga dari 5,04% menjadi -2,63% dan meningkatnya tingkat pengangguran hingga 7,07% pada Agustus 2020, meningkat sebesar 1,84% dari tahun sebelumnya. Namun dengan adanya vaksin, industri kembali berkembang, para pekerja memperoleh pekerjaan mereka kembali, para masyarakat bisa kembali bekerja seperti pada masa sebelum pandemi. Menurut IMF, pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2021 sebesar 5,9%. Pertumbuhan ini menandakan bahwa pada tahun 2021, negara-negara dunia perlahan mulai bangkit pasca terpuruk selama pandemi tahun 2020. Pemulihan pasca pandemi masih terus dilakukan oleh negara-negara dunia saat ini, hingga muncul permasalahan baru yaitu perang antara Rusia dan Ukraina. Perang Rusia Ukraina menjadi faktor penghambat pemulihan ekonomi pasca pandemi. Perang antara Rusia dan Ukraina juga telah membawa dampak yang serius bagi perekonomian dunia, mengingat bahwa peran penting dari Rusia dan Ukraina dalam pasar global. Perang antara Rusia dan Ukraina akan mengganggu pasokan gas, minyak bumi, dan gandum yang pasti akan mempengaruhi produksi di sejumlah sektor industri di berbagai negara dunia sehingga dapat memicu tekanan inflasi dan ketidakstabilan perekonomian global (Bakrie et al., 2022). 

Di Indonesia sendiri, dampak dari permasalahan pasokan minyak global mulai mulai terasa. Pada bulan Juli 2022 harga rata-rata ICP minyak mentah sebesar USD 106,73 per barel. Meskipun pada bulan Juli, harga rata-rata ICP mengalami sedikit penurunan dibanding bulan sebelumnya, harga tersebut masih tergolong sangat tinggi bila dibandingkan dengan harga tahun lalu yang berada di kisaran USD 50 - USD 80 per barel. Peningkatan harga minyak yang cukup signifikan akan memicu inflasi karena harga BBM sudah pasti akan ikut naik. Saat ini pemerintah masih mempertahankan harga BBM di harga Rp.7650 untuk pertalite dan Rp.12500 untuk pertamax sehingga inflasi masih dapat terhindarkan (PT. Pertamina, 2022). Namun, kebijakan mempertahankan harga BBM terutama BBM subsidi ini tidak dapat terus dilaksanakan karena akan sangat membebani APBN. 

Berbagai permasalahan tersebut akan membawa negara-negara dunia masuk kedalam jurang resesi. Peningkatan harga minyak, harga gandum, dan inflasi yang semakin meluas akan meningkatkan potensi resesi global di masa mendatang. Dari banyak definisi, resesi ekonomi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara sedang memburuk yang terlihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang negatif, pengangguran meningkat, maupun pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut. Resesi akan memberikan dampak seperti 1) perlambatan ekonomi akan membuat sektor riil menahan kapasitas produksinya sehingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan sering terjadi bahkan beberapa perusahaan mungkin menutup dan tidak lagi beroperasi; 2) kinerja instrumen investasi akan mengalami penurunan sehingga investor cenderung menempatkan dananya pada bentuk investasi yang aman; dan 3) ekonomi yang semakin sulit pasti berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat karena mereka akan lebih selektif menggunakan uangnya dengan fokus pemenuhan kebutuhan terlebih dahulu.

Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa 2023 akan menjadi tahun kelam akibat krisis ekonomi, pangan, dan energi akibat pandemi virus corona dan perang antara Rusia dan Ukraina. Presiden mengatakan prediksi itu terungkap saat dia berbicara dengan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Dana Moneter Internasional (IMF), dan para pemimpin Negara G7. Di Indonesia, dia menjelaskan, pemerintah berusaha mengendalikan harga BBM agar tidak terjadi inflasi. Namun akibat dari tindakan tersebut membuat subsidi yang dikucurkan pemerintah membengkak. Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani juga tak menampik akan adanya potensi resesi yang menghantui Indonesia. Hal ini berdasarkan survei Bloomberg terbaru yang memasukkan Indonesia ke dalam peringkat 14 dari 15 negara di Asia yang kemungkinan akan mengalami resesi. Namun kondisi perekonomian Indonesia memasuki Triwulan I tahun 2022, terjadi surplus pada APBN sebesar Rp. 10,3 triliun terhadap PDB yang menurut menteri keuangan Sri Mulyani hal ini mengindikasikan bahwa APBN Indonesia mulai pulih kesehatannya. Pada Triwulan II 2022, ekonomi Indonesia tumbuh tinggi di tengah melemahnya ekonomi global, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,44 % (yoy) naik dari triwulan sebelumnya 5,01 % (yoy), yang menjadi sedikit angin segar Indonesia untuk bekal menghadapi 'gelap'nya ekonomi dunia yang akan datang.

Indonesia harus mengantisipasi tingginya inflasi yang membuat dunia menjadi 'gelap'. Di Tengah ancaman ramalan dunia tentang ekonomi yang akan semakin 'gelap', pemerintah Indonesia dinilai telah memupuk modal penting untuk menciptakan ekosistem pembangunan yang lebih kondusif untuk menghadapi ketidakpastian ini. Pembangunan infrastruktur secara masif, perbaikan kualitas sumber daya manusia, serta penyederhanaan aturan berusaha dan berinvestasi merupakan upaya-upaya kunci untuk memperkuat fondasi perekonomian nasional menghadapi tantangan masa depan. Presiden Joko Widodo menekankan transformasi struktural terus dipacu untuk membangun mesin pertumbuhan ekonomi yang lebih solid dan berkelanjutan. Hilirisasi industri pun dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi. Ekonomi hijau terus didorong dan penggunaan produk dalam negeri terus dicanangkan untuk membangun mesin pertumbuhan ekonomi. 

Optimisme Indonesia untuk terus bangkit menghadapi ketidakstabilan dunia dapat dilihat dari perekonomian Indonesia tahun 2022 tumbuh dengan baik, pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun 2022 yang mencapai 5,44 %. Angka tersebut, menurut Menteri Keuangan, berada di atas perkiraan optimisme pemerintah yang mematok pertumbuhan ekonomi kuartal II sebesar 5,2 %. Solusi yang bisa ditawarkan saat ini untuk menghadapi tantangan gejolak ekonomi tersebut yaitu, menekan pengeluaran secara general, seperti yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia dengan mengurangi pasokan subsidi di beberapa aspek kebutuhan, mempersiapkan RAPBN 2023 untuk mengakomodir resiko guncangan dari faktor eksternal seperti ketidakpastian global yang terjadi, merancang kebijakan fiskal dan moneter secara fleksibel, efektif dan kredibel. Untuk itu, Menteri Keuangan bersalaman dengan Gubernur Bank Indonesia terus meramu kebijakan fiskal dan moneter yang akan datang.

Daftar Pustaka

Bakrie, C. R., Delanova, M. O., & Yani, Y. M. (2022). PENGARUH PERANG RUSIA DAN UKRAINA TERHADAP PEREKONOMIAN NEGARA KAWASAN ASIA TENGGARA. Jurnal Caraka Purba, 6(1), 65--86.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun