Ilmu pengetahuan merupakan hal yang sangat penting, dimana ilmu pengetahuan akan berfungsi sebagai sarana pembelajaran dalam dunia pendidikan dalam rangka memecahkan masalah yang ada di lingkungan sekitar.Â
Eksistensi pendidikan menjadi semakin diperlukan bagi umat manusia di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya angka partisipasi murni (APM) pendidikan dari pendidikan dasar hingga jenjang perguruan tinggi.Â
APM pendidikan merupakan proporsi anak sekolah pada suatu kelompok usia tertentu yang bersekolah pada jenjang yang sesuai dengan kelompok usianya. Â
Adapun APM jenjang pendidikan tinggi selama sepuluh tahun terakhir (2011-2020) selalu mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2020 nilai APM mencapai 19,32 persen (BPS, 2020).
Dalam Devianty (2019), pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan literasi. Hal tersebut mengindikasikan diperlukannya sarana pembelajaran seperti buku-buku pelajaran maupun buku pelajaran lainnya. Tanpa adanya sarana pembelajaran tersebut, proses transformasi ilmu pengetahuan tidak akan berjalan.
Penunjang untuk literasi dalam dunia pendidikan sangat mudah ditemukan baik dalam bentuk media cetak ataupun media digital. Keduanya dapat diakses dengan mudah sesuai dengan preferensi masing-masing.Â
Namun, permasalahan yang timbul adalah anggaran yang menjadi kendala bagi pelajar sebagai seorang konsumen (Mankiw dkk., 2014).Â
Harga akan menjadi faktor utama bagi seorang konsumen untuk melakukan pembelian terhadap suatu barang (Pindyck & Rubinfeld, 2009).Â
Harga merupakan bentuk willingness to pay (kerelaan konsumen untuk membayar) terhadap produk yang diperdagangkan dalam pasar. Â
Apabila harga tinggi, maka permintaan terhadap suatu barang akan rendah karena tingkat harga harus sesuai dengan anggaran yang dimiliki oleh seorang konsumen. Harga yang tinggi akan membuat kalangan pelajar sulit memperoleh akses sumber belajar sehingga berimplikasi pada kurangnya literasi bagi dunia pendidikan.
Akibat adanya hal tersebut, memicu timbulnya akses yang ilegal terhadap sumber ilmu pengetahuan atau dikenal dengan istilah produk bajakan. Baik dari penjualan media cetak bajakan, dimana produk tersebut diperbanyak oleh oknum tanpa adanya seizin dari penulis. Bahkan dalam situs digital pun demikian. Tanpa melakukan pembayaran, kalangan pelajar dapat mengakses sumber literasi dengan mudah.