Mohon tunggu...
Ecik Wijaya
Ecik Wijaya Mohon Tunggu... Penulis - Seperti sehelai daun yang memilih rebah dengan rela

Pecinta puisi, penggiat hidup

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Menanak Air Mata

3 Juli 2021   10:04 Diperbarui: 8 Juli 2021   00:28 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi air mata| Sumber: smartmeetings.com via Kompas.com

bubur beras dibubuhi sedikit garam,
segenggam beras dengan berliter air,
melunakkan lapar yang mengerang,
ibu bukan sedang menanak beras jadi nasi nak,
tapi menanak air mata diam-diam,
bila esok kau temui ada warna hitam diantaranya, itu karena keringat ibu yang menyerpih di dahi

bubur beras dibubuhi sedikit garam,
segenggam beras dengan berliter air,
melunakkan lapar yang mengerang,
tungku dunia yang mendidihkan rasa kecewa dan syukur yang sinis,
aiih bila ibu melihat matamu yang mengharap dan bibir yang bergetar,
mungkin saja darah ibu yang bakal ibu tuang,

itu kemaren nak, hari ini kita temu beras dan garam lagi tapi ia tak cukup lunak lagi,
untuk kita kunyah, untuk pelipur perih perut kita,
karena keburu malam pekat dimatamu hingga memutih,
sampai ibu tak sanggup lagi menanak, bahkan didada tak ada lagi tungku yang nyala,
 

mungkin terlampau kenyang itu malah membunuh kita nak,
seperti mereka yang panik jika kita kenyang

Cukupi menanak air mata kita pasti kenyang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun