Kelopak malam jatuh menjelang adzan
Menganak sungai airmata
Bagai segala sesal bertubi-tubi memukul jiwa
Syahdan, ia memang bertekad pulang
Jam dinding berputar ditanya kabarnya saban saat
Semacam menunggu tamu atau kereta keberangkatan
Sapa-sapa hangat dari masa lampau sering digumankan
Yang hidup lengah tercuri dengan lekas
Aduhai, masa melepas genggaman
Berganti tangkupan tangan berdaun
Wadah air mata sesal atas dosa
Punah segala upaya, dilarung kerelaan rebah
Fajar masih hitam, sepi menepi jiwa
Kadung sesal dikandung badan yang hidup
Keabadian hanya waktu-Nya
Segala doa ampunan dihaturkan, sebelum maut sungguh memisau
Rabbana, habibana
Sungguh ia yang rela rebah sungguh
Adalah bentuk serah diri paling agung
Mengabukan segala keakuan, mendirikan Esa-Mu
Sekali hembusan, takdir merubah segala
Rahmatilah!