Mohon tunggu...
Edy Chandra
Edy Chandra Mohon Tunggu... Lainnya - dosen tetap PTS

Saya adalah seorang yang sederhana dalam berpikir

Selanjutnya

Tutup

Politik

Putra Betawi Berpengalaman Versus Putra Daerah Berprestasi

7 Juli 2012   16:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:12 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat  Kota Jakarta saat ini sedang menanti sebuah pertarungan besar memperebutkan posisi kursi nomor satu di Kota Jakarta yang dikenal dengan istilah PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah/Gubernur). Genap sudah 6 pasang calon gubernur yang sudah mendaftarkan diri mereka secara sah ke Komisi Pemilihan Umum. Para calon terdiri dari berbagai lapisan yang berasal dari partai politik, militer hingga masyarakat sipil. Para calon tersebut adalah:

1) Faisal Basri – Biem Benyamin(Independent);

2) Hendardji Soepandji - A Riza Patria(Independent);

3) Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli(Partai Demokrat);

4) Joko Widodo – Basuki Tjahja Purnama(Partai PDI Perjuangan);

5) Alex Noerdin - Nono  Sampono (Partai Golkar);

6) Hidayat Nur Wahid – Didik J Rachbini(Partai Keadilan Sejahtera).

6 pasang calon gubernur tersebut sudah lolos verifikasi dan dengan sigap berusaha meraih simpatik dan dukungan berbagai lapisan masyarakat Kota Jakarta dengan mempromosikan program kerja utama masing-masing calon gubernur. Mereka semua berusaha menempuh berbagai pelosok Kota Jakarta secara pribadi untuk mengadakan pertemuan-pertemuan dan dialog dengan masyarakat secara langsung.

Selain promosi berbagai program kerja, para pasangan calon gubernur ada yang mencoba untuk mengulirkan isu rasial untuk menarik simpatik dan dukungan masyarakat Kota Jakarta.

Secara garis besar menurut para pengamat ahli. Isu rasial tidak lagi menjadi sebuah sorotan utama lagi bagi masyarakat Kota Jakarta, melainkan substansi kelemahan berbagai program kerja pasangan calon gubernur yang menjadi senjata utama para pasangan calon gubernur dalam menjatuhkan lawan politiknya.

Secara parsial isu rasial justru akan menerpa pikiran sekelompok masyarakat secara psikologis dan pada akhirnya membentuk sebuah citra baru  dari isu rasial yang akan mempengaruhi kelompok masyarakat lainnya.

Isu rasial yang digulirkan melalui pernyataan politik Fauzi Bowo(Foke) salah satu calon gubernur mengatakan bahwa “"Pilih yang kenal Jakarta, bukan yang tidak kenal Jakarta dan sudah teruji. Mari kita lanjutkan yang sudah ada. Kami berdua tidak ikhlas Jakarta diacak-acak orang lain, mari kembali menata Jakarta dengan orang Jakarta". Pernyataan Foke secara psikologis dapat membangkitkan semangat kebersamaan diantara etnis pribumi asal Betawi(Kota Jakarta) untuk melawan etnis lain yang dianggap akan menindas mereka.

Perlu diketahui dalam masyarakat Betawi terdapat beberapa ormas-ormas Betawi  seperti Front Betawi Rempuq(FBR) dan Forum Komunikasi Anak Betawi (FORKABI) yang dapat terpengaruh  secara psikologis oleh pernyataan politik Foke. Ormas-ormas Betawi tersebut selanjutkan akan menjadi kepanjangan tangan Foke untuk menarik suara masyarakat sekitar untuk memilihnya kembali sebagai Gubernur Jakarta 2012-2016.

Isu rasial lainnya jatuh kepada calon wakil gubernur dari Partai PDI Perjuangan, yaitu Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Mantan Bupati Belitung Timur yang telah sukses menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung tahun 2004 dan Bupati tahun 2005-2010. Ahok merupakan seorang WNI keturunan yang pertama kalinya dapat mengalahkan lawan politiknya dan mendapatkan suara terbanyak di Kabupaten Belitung Timur yang mayoritas adalah masyarakat muslim. Tidak hanya sampai di situ, Ahok pada akhirnya justru optimis dan berkomitmen untuk menerima tantangan yang lebih besar dalam karir politiknya. Tantangan untuk menjadi seorang Wakil Gubernur Kota Jakarta bersama dengan Joko Widodo (Jokowi) yang merupakan calon gubernurnya.

Profil Ahok sebagai calon wakil gubernur Kota Jakarta justru diterpa oleh isu rasial dalam proses kampanyenya. Sudah tentu bukanlah rahasia umum bahwa ideologi masyarakat Indonesia yang berasal dari etnis Keturunan Tionghoa merupakan sebuah simbol tunggal semiotika pengerak ekonomi Indonesia.

Pada era orde baru etnis Keturunan Tionghoa hanya di posisikan sebagai kaum yang hanya diberikan kebebasan untuk mengembangkan bidang ekonomi di Indonesia. Untuk bidang sosial, politik dan pemerintahan sudah tentu sangat sulit tersentuh oleh etnis Keturunan Tionghoa.

Walaupun saat ini masyarakat Indonesia sudah hidup dalam era reformasi, tetapi ideologi orde baru tentang etnis Keturunan Tionghoa tidak dapat hilang begitu saja di dalam tatanan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Isu ideologi orde baru kembali muncul dan menerpa figur Ahok sebagai calon wakil gubernur Kota Jakarta. Kaum etnis Keturunan Tionghoa tidak pantas dan berbahaya jika diberi peluang kekuasaan strategis ditanamkan kembali kepada masyarakat Indonesia khususnya kepada etnis Pribumi.

Saling menjatuhkan lawan dengan mengedepankan isu rasial dalam bursa calon gubernur Kota Jakarta akan menjadikan sebuah pemandangan yang menarik ntuk dianalisa dan di komentari.

Dapat kita lihat bahwa Foke merupakan figure seorang senior yang sudah dianggap berpengalaman dalam memahami konfigurasi Kota Jakarta. Sejak ia menjadi wakil gubernur dimasa pemerintahan Gubernur Sutiyoso dan kemudian ia menjadi Gubernur Kota Jakarta hingga hari ini. Dengan munculnya nama Foke yang bersanding bersama Nachrowi Ramli dalam jajaran para calon gubernur, terlihat bahwa Foke tetap berambisi untuk tetap menjadi Gubernur Kota Jakarta.

Entah kepalang tanggung Foke berambisi untuk menyelesaikan berbagai proyek transportasi di Kota Jakarta sesuai perencanaannya dan kenyataannya hasilnya belum maksimal dirasakan oleh seluruh masyarakat Kota Jakarta. Ataukah ada motif politis yang diusung Foke untuk tetap mempertahankan kekuasaan dirinya di Kota Jakarta?

Ahok bersama Jokowi merupakan calon gubernur dan wakil gubernur lainnya yang masih dianggap figure baru dalam pemerintahan Kota Jakarta. Keduanya optimis dengan  bekal pengalaman dan prestasi di wilayah kekuasaan masing-masing untuk menaklukkan berbagai permasalahan di Kota Jakarta. Keberhasilan Ahok dalam karirnya sebagai bupati dalam menangani Belitung Timur menjadikan nilai tambah untuk berkampanye dan maju sebagai Wakil Gubernur Kota Jakarta membantu Jokowi sebagai Gubernur dimasa mendatang untuk menciptakan Jakarta yang lebih baik.

Kedua kubu calon gubernur dan wakil gubernur Kota Jakarta yang saling berkampanye untuk meraih hati para calon pemilih dari masyarakat Kota Jakarta merupakan sebuah keadaan yang patut disikapi dengan bijak.

Di satu sisi figur Foke dipandang sebagai seorang senior yang sudah berpengalaman dalam organisasi pemerintahan Kota Jakarta. Pengalaman yang di tempuhnya justru di mata masyarakat Jakarta tidak menghasilkan kinerja yang sesuai harapan. Berbagai kebijakan yang diambil tidak seluruhnya terwujud dengan maksimal dan sudah sebaiknya Foke tidak bersih keras untuk mencalonkan diri kembali.

Di sisi lain prestasi baik dan harapan baru yang di berikan oleh Ahok sebagai calon wakil gubernur bagi Kota Jakarta patut diberikan kesempatan untuk membuktikannya. Sudah saatnya kini menepis rasa sentimen etnis dan memberikan kesempatan khususnya bagi calon wakil gubernur yang berasal dari kalangan Etnis Tionghoa untuk membantu saling bahu membahu dengan Joko Widodo membangun sebuah perubahan di Kota Jakarta.

Sumber foto: 1. http://i.okezone.com/content/2012/06/28/505/655482/Gcyp2KRxP7.jpg 2. http://kkcdn-static.kaskus.co.id/images/2012/05/13/54060_20120513092017.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun