Mohon tunggu...
Nadiyah Munisah Hamelia
Nadiyah Munisah Hamelia Mohon Tunggu... Freelancer - Collegian

Seorang mahasiswi yang masih belajar untuk menulis. Silah koreksi dan mulai berdiskusi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Si Vic Pacem Para Bellum, Keseimbangan Antara Damai dan Konflik

22 Oktober 2019   11:43 Diperbarui: 22 Oktober 2019   13:23 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjanjian Westphalia, sumber news.err.ee

Si Vic Pacem Para Bellum, ungkapan yang sangat terkenal mengenai keseimbangan damai dan konflik yang wajar terjadi dalam perputaran dunia internasional. 

Tidak ada yang tahu siapa penutur asli dari peribahasa ini, namun diketahui anggota militer Romawi, Publius Flavius Vegetius Regatus pernah mengutip kata-kata ini pada perkatannya yang berbunyi "Igitur quo desiderat pacem, praeparet bellum." Yang artinya adalah "Barangsiapa yang menginginkan kedamaian, maka dia harus siap untuk berperang."  

Disebutkan bahwa ide pokok dalam perkataan ini sudah ditemukan dalam undang-undang VIII Plato 347 SM dan Epaminondas 5 Cornelius Nepos yang merupakan seorang biografer Romawi.

Beberapa penulis mengatakan bahwa pribahasa Latin ini cukup arogan untuk mendeskripsikan keadaan damai dan perang serta hubungan antar negara yang saling bekerjasama. Pada umunya menuliskan bahwa damai dan perang saling mengecoh dan merugikan. 

Pada dasarnya, keadaan damai dan perang sangatlah wajar terjadi. Kedinamisan pergerakannya membuat lawan dapat menjadi kawan, pun sebaliknya. Jika melihat dari perspektif kaum realis klasik, maka yang akan tercipta adalah; memulai konflik untuk mencapai kedamaian. 

Studi kasusnya adalah ekspansi yang dilakukan Romawi dalam melebarkan sayap kekuasannya. Membuat wilayah-wilayah tunduk dalam satu kekuasaan, sehingga dunia global berada dalam satu payung pemerintahan. 

Sebagaiamana cara kerja unipolar berlaku, maka hal ini sebenarnya tidaklah sepenuhnya membawa kestabilan dalam dunia. Mengingat ketika itu Romawi bersaing keras dengan Islam sehingga gesekan gesekan kerap terjadi demi kepentingannya masing-masing. Maka dari sini, damai yang diusahakan tetaplah menimbulkan konflik.

Kembali pada pepatah Latin tadi, bahwa damai dan perang sebenarnya merupakan satu keseimbangan. Konflik yang tercipta akan melahirkan satu kedamaian baru; atau resolusi untuk melahirkan kedamaian baru. Bila dibalikkan pun, maka ketika berperang kita harus menerimam keputusan untuk berdamai. 

Contoh nyatanya adalah, mengenai perjanjian westphallia yang lahir akibat perang 30 tahun Eropa, yang akhirnya melahirkan kedaulatan dan hak-hak bagi setiap negara. Ataupun perang Solferino yang melahirkan Hukum Humaniter Internasional, dan para pelanggar peraturan yang menimbulkan kejahatan perang, mampu melahirkan ICC; peradilan tingkat global.

Jadi, terlalu naif apabila kita mengatakan bahwa pepatah ini menghasut kedalam keadaan yang murni berdamai, ataupun murni berkonflik. Kesinambungan antar keduanya perlu ada sebagai satu keseimbangan pergerakan sistem internasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun