Mohon tunggu...
Nadiyah Munisah Hamelia
Nadiyah Munisah Hamelia Mohon Tunggu... Freelancer - Collegian

Seorang mahasiswi yang masih belajar untuk menulis. Silah koreksi dan mulai berdiskusi.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mungkinkah Bencana Alam Dapat Dijadikan Senjata Masa Depan?

19 Oktober 2019   20:27 Diperbarui: 19 Oktober 2019   22:00 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tsunami, sumber PixBay

Dinamisnya sistem internasional tidak dapat dipungkiri melahirkan berbagai hal baru yang harus diperhatikan dalam menjalankan sistemnya pun bergerak didalamnya. 

Salah satu yang menjadi fokus adalah hubungan dan konflik. Konflik tentu merupakan satu kesatuan yang sudah sepaket dengan hubungan yang terjalin. 

Ketika tidak terdapat ketidak samaan ide atau jalan fikiran, maka mengajukan konfrontasi dapat menjadi pilihan bagi sebagian yang memiliki kepentingan. 

Salah satu catatan terbesar dalam sejarah konflik adalah Perang Solferino yang mampu melahirkan Hukum Humaniter Internasional hingga organisasi yang sekarang menjadi salah satu subjek hukum internasional, ICRC.

Berbicara mengenai HHI, berbicara pula mengenai konvensi Jenewa dan deretan protokol tamabahnnya. Sebagaimana yang telah diulas sebelumnya, bahwa hal hebat ini lahir dari kesadaran akan kejamnya sebuah konflik yang belum diatur batasan-batasannya. 

Konvensi Jenewa 1 lahir karena kesadaran betapa pentingnya batasan sebuah konflik dan perang diatur, menuai kesuksesan yang akhirnya ditanda-tangani oleh banyak negara dunia, maka sejalan dengan pergerakan ruang lingkup sistem internasional dan kemajuan teknologi wajar saja bila konvensi ini mengalami beberapa kali revisi. 

Peraturan mengenai bawah laut, kombatan hingga perlindungan warga sipil, hingga yang terakhir, Konvensi Jenewa ke-4 pada tahun 1949, lahir karena kejamnya senjata pemusnah masal. 

Atom, yang jatuh di Hirosima dan Nagasaki menandai lahirnya era baru dalam dunia persenjataan. Dikatakan bahwa industri senjata dunia mengalami perkembangan pesat dengan berbagai bentuk dan akibat. 

Selain bom atom yang kemudian dilarang, bom cluster juga ditentang penggunaannya. Baru-baru ini, era cyber warfare juga digadang akan segera dimulai. 

Seiring dengan berkembangnya industri teknologi, maka akal fikiran manusia tidak akan berhenti untuk memikirkan cara kreatif dalam menciptakan alat dan senjata baru.

Jika atom, dan beberapa senjata berbahaya lain telah diatur penggunaannya, sehingga bagi siapapun yang melanggar tentu akan mendapatkan sanksi serius dari rezim internasional, maka tentu cara lain sedang difikirkan. 

Dalam kasus International non-armed Conflict, yang berfokus pada HAM dan bencana alam, disebutkan bahwa pelaku pelanggaran HAM tentu sudah pasti dapat diboyong masuk kedalam ICJ hingga ICC, lain halnya dengan bencana alam yang tak-terhindarkan. 

Bencana alam yang merugikan negara tetangga baru dapat dituntut dengan cara ganti rugi oleh negara tuan rumah. Ganti rugi belum seberapa jika berbicara dengan kerugian itu sendiri yang ditimbulkan akibat ulah bencana alam.

Mengutip dari beberapa sumber, mengenai teori-teori konspirasi yang membahas bencana buatan yang terjadi di beberapa negara, bahwa terdapat beberapa kemungkinan-kemungkinan yang dapat dijadikan teori baru akan munculnya era baru dalam senjata perang. 

Selain tak dapat dituntut, tentu bencana alam akan tetap menjadi bencana akibat ulah alam. 

Beberapa contoh kasus 'bencana alam buatan' adalah Gempa Haiti yang diduga percobaan senjata tektonik oleh negara adidaya -Amerika. Mengapa bisa muncul teori seperti itu? 

Gempa yang hanya berkekuatan 7 SR dapat meluluh-lantahkan Port-Au-Prince, ibu kota Haiti dengan jumlah korban mencapai 200 ribu jiwa dan 1,5 juta kehilangan tempat tinggal. 

Media Venezuela menuding bahwa gempa ini berkaitan dengan proyek High Frequency Active Auroral Research Program (HAARP) yang berbasis di Alaska yang diisukan sebagai alat pengendali cuaca.

Bencana lain yang diduga buatan adalah tsunami Aceh tahun 2004 yang berkekuatan 9,1 SR. Gelombang yang ditimbulkan mampu menyapu Thailand, Sri Lanka, India, Maladewa, dan pesisir Timur Afrika. 

Lebih dari 230 ribu korban jiwa ditimbulkan. Bahkan, dugaan akan tidak adanya aktifitas seismik yang terekam di Sumatera menjadikan ia kuat untuk dipromosikan kedalam kategori teori konspirasi. 

Meskipun rumor ini langsung dibantah oleh pejabat Angkatan Laut AS dan Dr Bart Bautisda sebagai ilmuwan di Phillipine Institute of Volcanology and Seismology. Bukan berarti bom tsunami ataupun senjata tektonik benar-benar tidak ada. 

Pada Perang Dunia II, ditemukan dokumen lawas mengenai Project Seal. Percobaan peledakan bom bawah laut benar-benar pernah dilakukan oleh Amerika dan hasilnya dinyatakan dapat digunakan. 

Teknologi torpedo yang sekarang juga sedang dikembangkan oleh Rusia diisukan dapat memicu bencana besar. Tekonologi torpedo ini disebut juga dengan rudal Satan yang dikatakan dapat memanipulasi deteksi radar, sehingga sulit dilacak oleh sistem anti misil.

Jadi, apakah konvensi Jenewa akan berhenti pada nomor 4 dan tiga protokol tambahannya? 

Mengingat pergerakan dunia internasional yang sangat pesat serta perkembangan teknologi yang tak kenal waktu, tidak menutup kemungkinan, bahwa sebenarnya sedang dilakukan pengembangan senjata berbasis bencana alam, sebagai upaya penyamaran bukti kekejaman perang. Mungkinkah bencana akam menjadi senjata perang masa depan? Jawabannya sangat mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun