Anda pernah mendengar apa tidak nih, perihal istilah Parenting VOCÂ yang akhir-akhir ini lagi ramai dibahas di media sosial? Mungkin, jika istilah VOC-nya, kita semua sudah sering dengar meskipun kepanjangannya sulit untuk dihafalkan dan juga dilafalkan.
Itu adalah perusahaan yang mengurusi perdagangan Kerajaan Belanda di masa kolonialisme, utamanya di wilayah Hindia Belanda yang sekarang menjadi Indonesia sebagai salah satu bekas wilayah yang pernah menjadi negara jajahannya.
Sedangkan kepanjangan dari VOC itu sendiri adalah Vereenigde Oostindische Compagnie. Dari beberapa buku sejarah kita, digambarkan bahwa pada masa itu, sistem perdagangan VOC sangatlah kejam, bersifat monopoli, dan memaksa dengan kekerasan pada pribumi hanya demi keuntungan perekonomian Kerajaan Belanda.
Gara-gara perilaku itu, kemudian istilah Parenting VOCÂ itu dipakai juga untuk memberikan gambaran dalam perilaku orangtua zaman sekarang yang menerapkan pola asuh makan yang ketat pada anak sejak dini agar tidak pilih-pilih makanan untuk masa pertumbuhannya yang sehat.
Sudah bukan rahasia umum lagi bila banyak anak kecil di masyarakat kita yang sulit sekali mengonsumsi makanan yang sehat untuk kesehatan tubuh mereka. Bahkan, mereka lebih memilih berperilaku tantrum, yaitu melampiaskan emosinya dengan menangis untuk memberikan penolakan pada menu makanan yang disajikan.
Baca juga: Guru Patut Disalahkan Telah Mengajari Murid Kencing Berdiri?
Mengingat kesibukan para orangtua yang menyita energi dan waktu dalam mengejar karier dan perekonomian keluarga, dipergunakanlah segala strategi agar anak mereka mau menyantap menu makanan yang disediakan dengan cara mengalihkan pikiran mereka pada makanan.
Misalnya memberikan tontonan film kartun di televisi atau YouTube, diajak keliling naik sepeda sambil disuap makanan, atau diberi mainan di tangan mereka. Tidak sedikit peran menyuapi anak diambil alih oleh para pembantu rumah tangga yang terkadang sedikit abai dengan pola makan yang menyehatkan dari anak majikannya.
Supaya tidak ada gangguan pada keasyikannya bermain, saat makanan ada di mulut, paling hanya dikunyah beberapa kali oleh anak dan setelah itu ditelan. Jika rasanya tidak enak, dengan santainya, makanan tersebut dimuntahkan lagi. Begitu siklus itu terjadi berulang-ulang.
Dampaknya, anak-anak akan menjadi pilih-pilih pada makanan tertentu dan hanya menyukai makanan yang hanya mengandung protein hewani, minuman manis, dan berlemak. Mereka akan berusaha menghindari makanan yang menyehatkan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung banyak vitamin dan protein nabati.