Para pembaca atau penikmat hasil review atau ulasan tentang suatu produk makanan dari bahan sampai ke tahap penyajiannya termasuk cita rasa yang disampaikan oleh seorang food reviewer di media cetak atau food vlogger di media elektronik bisa membuat para pengusaha kuliner di manapun akan merasa ketar-ketir terhadap dampaknya.
Perasaan cemas, stress, galau dan bahkan marah besar saat dampak berikutnya adalah kerugian yang ditengarai dengan jumlah pelanggan mereka menjadi turun drastis. Apalagi bila berkelanjutan dalam jangka panjang akan bisa menimbulkan kerugian besar secara finansial setelah adanya review makanan dari food vlogger tadi.
Baca juga : Fish and Chips, Menu Tepat untuk Program Makan Siang Gratis Anak Sekolah
Namun, bila dampak atau pengaruh review dari para vlogger justru menimbulkan adanya peningkatan jumlah pelanggan dan juga memberikan keuntungan yang besar, semua dianggap wajar-wajar saja dan dianggap sebagai bantuan promosi yang diberikan oleh para food vlogger atau reviewer. Oleh karena itu, istilah Influencer adalah sebutan populer untuk mereka di masyarakat.
Masalahnya di mana?
Sebelum membahas lebih lanjut perihal keberadaan food vlogger atau reviewer, marilah kita merenungkan dan belajar dari kasus seorang food vlogger "Codeblu" yang dituntut ke pengadilan oleh pengusaha Roti CT karena ulasannya dianggap merugikan PT. Roti CT sejumlah 4 milliar secara finansial. Baca dan klik di sini (Kompas.com. 04/03/2025).
Bahkan kasus tersebut semakin berkembang tuntutannya karena adanya unsur pemerasan sejumah ratusan juta bila ingin ulasan buruk tentang produk rotinya di media cetak atau tulis dihapus.
Baca juga : Bakso "Sabar" Magetan, Lumer di Mulut dan Kisah Sabarnya
Banyak muncul pertanyaan di masyarakat kita, memangnya tidak ada etika atau aturan yang mengatur bagaimana seorang food reviewer atau vlogger mengangkat ulasannya ke media cetak? Apakah saat melakukan ulasan tentang suatu produk kuliner, sudah mendapatkan izin tertulis ataupun lisan dari pemiliknya? Dan masih banyak pertanyaan lainnya.
Saya yakin, setiap penulis amatir dengan genre apapun termasuk saya sendiri, pastilah pernah menulis atau mengulas sebuah produk kuliner meskipun tanpa berniat melakukannya karena ada ide spontan dan mungkin karena diawali pada indahnya lokasi restoran atau bangunan rumah makannya, bentuk sajiannya, cita rasanya, murah-mahal harganya, sifat kelangkaan bahan bakunya dan sebagainya.