Malam gebyar budaya pun dimulai dengan alunan gamelan Jawa menggema keras di aula keraton yang luas dengan bentuk bangunannya seperti rumah Joglo desa. Hanya, yang membedakan adalah tinggi dan luas bangunan bila dibandingkan dengan rumah adat orang Jawa.
Besarnya ukuran dari empat pilar utama yang terbuat dari kayu jati alas yang berusia ratusan tahun dengan ukiran Jepara yang eksotis sebagai penyangga bangunan merupakan soko guru yang penting atau tulang punggung tumpuan kekuatan bangunan agar bisa berdiri kokoh selama lebih dari dua abad.
Sahdunya suasana malam gebyar budaya yang dipusatkan di aula Keraton itu membuat Gusti Raden Ayu Kamelia teringat akan masa kecilnya saat harus tampil menari bersama mbakyunya, Gusti Kanjeng Ratu Azijah di depan para tamu undangan setingkat pejabat tinggi negara seperti Gubernur, Pangdam, Menteri dan juga para Duta besar atau Diplomat perwakilan dari Negara asing yang ada di Indonesia.
Semua kenangan indah itu masih melekat kuat di pikirannya, terutama saat masa-masa bahagia bersama Susuhunan, KGPH Ramdhanu dan ibunya Kanjeng Gusti Ratu Deshinta Putri Hafziyah yang membesarkan serta memberikannya kasih sayang tulus.
Namun, G.R.Ay. Kamelia menjadi merasa bersalah karena telah membalas cinta kasih almarhum kedua orangtuanya itu dengan aib bagi keluarga dan juga harkat dirinya sebagai seorang putri keraton hanya karena nafsu dari cinta buta pada masa remajanya dulu.
Baca Juga : Rahasia Gusti Raden Ayu Kamelia Fadila dan Gadis Penari Nasyabilla (Bagian 10)
"Adikku, kamu ini sedang melamun apa sih?", bisik Gusti Raden Ratu Azijah. Dia sedari awal duduk tadi sudah memerhatikan adik yang paling disayanginya itu karena raut mukanya terlihat galau dan tatapan matanya juga kosong seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Maaf, mbakyu!, sekilas tadi entah mengapa, saya jadi teringat dengan masa remaja kita berdua dulu saat pernah tampil membawakan Tari Bedhaya di ruang Pendopo keraton ini!"
G.R.Ay. Kamelia begitu mendengar teguran lirih dari kakaknya tadi segera menjawab dengan sopan agar mbakyunya tidak mengetahui galau hatinya dan ikut merasakan kesedihan yang ada dalam pikirannya.
"Ah, iya! Tadi mbakyu juga terlintas ada bayangan saat membawakan tarian Bedhaya dengan sempurna di depan para tamu undangan, dan....!". Kerongkongan Gusti Kanjeng Ratu Azijah serasa tercekik oleh sesuatu dan buru-buru menghentikan kalimat.