Mohon tunggu...
Junaedi Ham
Junaedi Ham Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis

Bekerja di Balang Institute Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menyoal Pengemis Dilarang Mengemis

15 Mei 2019   00:29 Diperbarui: 15 Mei 2019   02:22 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lewat ini saya ingin me-review kembali tulisan yang pernah dirilis di salah satu Media lokal Online January 2017 lalu.

Cerita itu saya tulis dengan judul "Kisah Aco' Pemulung Yang Bercita-cita Menjadi Guru"

"Pukul 20:34 saya hendak berbelanja di salah satu mini market di jalan Kartini Bantaeng, perhatian saya terhenti di depan toko ketika melihat beberapa anak duduk di atas trotoar jalan sambil memegang buku tulis lengkap dengan pena di tangannya, fokus saya kemudian beralih ke anak laki-laki yang memakai topi, belakangan saya ketahui namanya adalah Aco', sesekali Aco' mencoret-coret buku tulis yang ada ditangannya dan memberi penjelasan kepada teman-temannya layaknya seorang guru dan murid, betul saja ternyata Aco' sedang mengajari teman-teman seprofesinya untuk belajar membaca.

Nampak juga disamping mereka sebuah karung yang berisi botol bekas hasil kerja mereka seharian. Saya sempat tercenung hingga tak tahu harus melontarkan kata-kata apa kepada mereka. Kudekati mereka dan menyapanya, "dek, kalian ini orang mana?" Tanyaku

"Saya orang sini kak, jalan Elang dekat masjid Agung" jawab Aco' dengan fasih.

Rupanya mereka adalah orang Bantaeng. Suatu pemandangan yang tidak biasa bagi saya, mungkin saja karena saya terbiasa menemukan anak-anak seperti mereka di kota-kota besar. Saya tertarik untuk mengetahui lebih mendalam latar belakang mereka, umur, orang tua, pendidikan, hingga saya bertanya apa cita-cita mereka. Lagi-lagi saya termanguh dengan jawaban si Aco'.

"Dek, cita-cita kamu apa?

"Saya ingin jadi guru kak, guru bahasa Indonesia" jawab Aco' tanpa ragu.

"Setiap hari ade' dapat berapa dari hasil menjual botol-botolta"

"Tidak setiap hari kak, saya kumpulkan dulu satu bulan baru kujual, biasa dapatkah lebih seratus ribu sebulan"

"Sekolahjaki?" Tanyaku penasaran

"Iye kak, kalo saya kelas duama di Mts"

Sementara teman-temanya, Fatir masih TK, Suri kelas dua SD, dan Iffan yang berusia 13 tahun sudah tidak sekolah lagi. Mereka berempat setiap hari bersama menyisir jalan, lorong-lorong, trotoar, untuk mendapatkan botol-botol plastik  dan barang-barang bekas lainnya yang mungkin luput dari petugas kebersihan kota.

Di wajah mereka nampak keyakinan yang mendalam dan semangat untuk menggapai cita-cita. Dari hasil diskusi saya, menerangkan beberapa alasan mengapa mereka harus memulung. Tentunya tidak terlepas dari latar belakang ekonomi keluarga.

Di usia mereka yang seharusnya menikmati belajar dirumah dengan tenang dan dapat mengakses pendidikan layaknya anak-anak yang lain, namun kenyataanya mereka harus bercengkrama dengan angin malam dan berteman dengan cahaya lampu jalan.
Aco' dan kawan-kawan hanyalah bagian kecil potret kemiskinan di sudut kota kelahiranku."

tulisan saya di atas  mewakili sebuah ekspresi ketika bertemu dengan seseorang, entah itu di jalan, trotoar, atau di lampu merah, tempat-tempat ini yang sering dihubungkan dengan kelompok masyarakat yang memiliki masalah kesejahteraan sosial.

Setidaknya bisa mewakili beberapa alasan, kenapa mereka mengais rezeki dari barang bekas, atau sekedar mengharap belaskasih dari para dermawan. Soal kemiskinan dan kesejahteraan masih menjadi alasan yang kuat mengapa mereka memilih jalan pintas dengan meminta-minta, mengemis, mulung, ngamen dan sebagainya.

Memberi antara boleh atau tidak

Di beberapa kota besar tercatat telah menerbitkan Peraturan Daerah tentang larangan memberikan sesuatu kepada pengemis dengan ancaman Pidana. 

Beberapa alasan ditertibkannya PERDA tersebut untuk penaggulangan gelandangan, pengemis, dan anak jalanan. Bersamaan diterbitkannya peraturan itu para dermawan yang ingin membantu mereka dihimbau untuk menyalurkan bantuannya ke tempat atau lembaga resmi yang bergerak khusus pada permasalahan sosial.

Beberapa daerah yang tercatat telah menerbitkan PERDA diantaranya:

DKI JAKARTA

Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Pasal 40 Perda DKI Jakarta 8/2007 disebutkan Setiap orang atau badan dilarang, a). menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil, b). menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil, c). membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. (TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA)

PEKANBARU

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun