Mohon tunggu...
Hardy Yang Ya Tao (扬 亚 涛)
Hardy Yang Ya Tao (扬 亚 涛) Mohon Tunggu... Lainnya - Independent Researcher

menekuni dan melibatkan diri aktif dalam praktek pendidikan bagi masyarakat di luar sekolah, terutama berkaitan dengan pendidikan nonformal/informal dan pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan wilayah dan daerah http://www.call-hardy.blogspot.com/ Mobile: +62.8562127048

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ruang Belajar Bangsa Indonesia (Bagian 2 – Habis)

11 September 2011   07:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:03 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bagian 1

Kalau hanya memperhatikan pada pendidikan formal saja karena ketelanjuran berfikir skolatis formal, seperti diakui Menko Kesra maka dapat dikatakan 220 ribu ruang belajar memerlukan perbaikan. Akan tetapi bangsa Indonesia ini selain memiliki penduduk usia sekolah yang berada di sekolah (school community) yang banyak, juga memiliki penduduk usia sekolah di luar sekolah (out-of-school community) yang tidak kalah banyak.

[caption id="attachment_134302" align="alignright" width="150" caption="Adakah ruang belajar selain di sekolah? (idpn-Indonesia.org)"][/caption] Apabila kita memperhatikan out-of school-community maka kita akan berhadapan dengan setiap anggota masyarakat yang berada di luar sekolah baik masuk kategori usia belum sekolah (anak-anak pra sekolah, dan usia dini), usia sekolah (putus sekolah/drop out, dan putus jenjang) maupun kategori usia di atas sekolah (lulusan ‘sekolah’ tertentu, masyarakat awam, pensiunan dll). Mereka ini sebagai manusia memiliki kodrat untuk senantiasa berubah beradapatasi dengan perubahan lingkungan dan zaman. Untuk menjawab tuntutan kodrat tadi, maka mereka mendidik diri sendiri dengan belajar kepada alam, lingkungan yang dikatakan belajar seumur hidup.

Jika benar kenyataan belajar seumur hidup itu memang ada dengan belajar kepada alam dan lingkungan baik fisik dan non-fisik, maka kebutuhan ruang belajar seumur hidup memiliki dimensi luas dan rentang yang lebar. Bahkan interaksi di antara sesama manusia yang melahirkan suasana stimulus – response saling berbalasan melahirkan proses pematangan, pendewasaan diri yang apabila disadari merupakan upaya mendidik, membina diri ke arah lebih baik, lebih toleran, lebih matang juga lebih dewasa.

Jalan Raya sebagai Ruang Belajar

Salah satu dimensi pendidikan terutama bagi masyarakat di luar sekolah berlangsung selama kita melalui dan menggunakan jalan raya. Sehingga fasilitas umum ini menjadi ruang belajar bagi masyarakat selama digunakan berlalu lintas, melahirkan interaksi baik melalui isyarat, lampu sein untuk belok arah, termasuk lambaian tangan maupun pertanda suara seperti bunyi klakson, maupun suara knalpot kendaraan.

Ruang belajar di jalan selain melahirkan interaksi juga menuntut komunikasi di antara pengguna jalan dan pengendara kendaraan. Interaksi dan komunikasi ini tidak didasarkan pada hukum formal – skolastik undang-undang lalu lintas, ternyata ruang belajar di jalan juga memiliki aturan tidak tertulis, norma dan kaidah yang mengikat perilaku pengguna jalan dan pengendara itu sendiri.

Sangat disayangkan, bangsa ini seperti lupa untuk belajar dari alam dan lingkungan termasuk perubahan yang terjadi. Perhatikan dan catat saja berapa banyak dijumpai perilaku membuang sampah sembarangan yang dilempar dari luar jendela kendaraan. Alih-alih ini merupakan kebiasan ‘belajar’ di lingkungan rumah yang dibawa hingga ke jalan, yang jelas proses belajar di luar sekolah tidak berjalan semestinya dan teramat jauh jika harus dikatakan melahirkan peradaban.

Tengok pula imbas perkembangan teknologi, masih banyak pengemudi mobil bahkan pengendara motor di saat melaju di jalan menggunakan HP untuk sekedar SMS dan menerima atau melakukan panggilan tilpon. Mereka kebanyakan tidak sadar perjalanan kendaraan lain di belakang jadi terhambat. Kampanye keselamatan di jalan sudah banyak mengingatkan agar tidak menggunakan apapun merk dan secanggih apapun teknologi HP selama mengendarai kendaraan, sekalipun dilengkapi hands free. Penurun tingkat konsentrasi saat mengendarai kono bisa berkurang hingga empat persen ketika pada saat yang sama menerima atau melakukan panggilan tilpon.

Jalan raya milik masyarakat sebagai ruang belajar terlanjur bebas tidak memiliki aturan dan kesepakatan di antara pengguna jalan dan pengendara kendaraan. Para petinggi dan pemegang kuasa penyelenggara negara kerap mengajari ‘anarkis berkendara’ dengan sirine dari kendaraan ajudan, dan bukan dilandasi kepentingan menjaga keselamatan bersama. Masyarakat di pihak lain juga mengajari petinggi dan pemegang kuasa pemerintahan dengan kemacetan pasar tumpah yang meluber memakan bahu jalan. Begitu pula, pengguna motor merubah spesifikasi knalpot untuk melampiaskan eskspresi atas ‘hasil belajar’ di luar sekolah, bisa diibaratkan seperti murid ‘nakal’ yang mencoret dinding di sekolah untuk melampiaskan hasrat diri.

Ruang belajar yang dimiliki Bangsa Indonesia ini bukan hanya kelas di antara bangunan sekolah, jalan raya, namun banyak ‘ruang lain’ yang akan menjadikan bangsa ini menemukan kebanggaan diri. Semua ruang belajar akan menyediakan proses ‘belajar’ yang memungkinkan semua anggota masyarakat memiliki sikap, pengetahuan dan ketrampilan sebagai akumulasi hasil belajar yang dilalui selama hidup. Siapakah yang menyediakan dan adakah kesadaran bangsa Indonesia memerlukan ruang belajar?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun