Mohon tunggu...
Dzikri Faizziyan
Dzikri Faizziyan Mohon Tunggu... Mahasiswa - The cosmos is within us. We are a way for the universe to know itself.

I love writing as much as i love reading. My one and only standard of morality is individual liberty.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Apakah Alam Semesta Terbatas atau Tak Terbatas?

30 Mei 2022   01:46 Diperbarui: 1 Juni 2022   03:30 2054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: Space.com)

Alam Semesta selalu membangkitkan rasa ingin tahu kita. Jika kita percaya bahwa alam semesta ini terbatas, akal sehat kita membuat kita percaya bahwa alam semesta ini harus tertutup. Oleh karena itu, kita dapat membayangkan bahwa suatu hari kita akan menemukan batas alam semesta dan "wadahnya". Sayangnya, seperti yang sering terjadi dalam dinamika sains, gagasan ini naif.

Sebaliknya, Manusia selalu berusaha menghitung apa yang dia amati, gagasan tentang ketidakterbatasan menjadikan setiap upaya mencoba berpikir logis untuk mewakili dunia. Di luar itu, ketidakterbatasan tidak dapat diukur, itu bukan angka tetapi konsep yang tidak berwujud. Berbicara secara matematis, ketidakterbatasan menyembunyikan sesuatu yang salah, belum lagi paradoks dan ambiguitas yang ditimbulkannya ketika ekspresi matematis ini bersentuhan dengan kenyataan.

Fisikawan, bagaimanapun, merasionalisasi alam semesta dan berbicara dalam istilah tak terhingga. Pertanyaan apakah alam semesta terbatas atau tak terbatas adalah antinomi, ekspresi yang mengandung kontradiksinya sendiri. Paradoks ini hanya terjawab pada abad kesembilan belas dengan perkembangan geometri non-Euclidean: bola, misalnya, adalah ruang yang terbatas tetapi tidak memiliki tepi.

Karakter terbatas atau tak terbatas ini tergantung pada bentuk keseluruhan ruang, topologinya. Namun aspek ini sering diabaikan oleh para kosmolog yang hanya mempertimbangkan kelengkungan ruang. Di sinilah persamaan relativitas umum masuk, yang saat ini merupakan teori terbaik yang kita miliki untuk menghitung kelengkungan ini.

Terlepas dari paradoks, alam semesta dapat diwakili oleh model geometris yang berbeda yang akan kita kaji dalam tulisan ini. Aristoteles, Dante dan Halley berpikir bahwa "dunia" itu terbatas. Democritus, Lucretius, Giordano Bruno dan Newton percaya itu tak terbatas.

Dengan berat hati, kita harus mengakui bahwa dua ribu tahun kemudian  juga kita masih belum mengetahui jawabannya. Hanya terminologi dan sudut pandang yang berbeda setiap individu yang akan hadir, dan ingat kita tidak lagi berbicara tentang dunia tetapi alam semesta, dan tentunya kita lebih memilih untuk lebih dekat dengan bahasa matematika dan menggunakan istilah alam semesta terbuka dan tertutup daripada dunia yang terbatas dan yang tak terbatas (sebuah pertanyaan presisi dalam penggunaan bahasa).

Dari banyak penemuan yang dibuat pada awal abad kedua puluh dan pengukuran terbaru yang dilakukan oleh satelit Planck, beberapa tren menonjol yang mendukung teori alam semesta yang datar dan terbuka, membuat kita mempertanyakan tempat umat manusia dalam ansambel ini.

Sebelum interpretasi copenhagen, semua ilmuwan berpendapat bahwa alam semesta adalah alam yang teratur, deterministik, bahkan newton berpendapat atau meyakini bahwa semesta itu seperti sebuah jam mekanikal raksasa di mana setiap benda langit tunduk dan patuh pada garis edarnya masing-masing oleh sebuah kekuatan yang Maha besar.

Namun, revolusi mekanika kuantum meruntuhkan konsep keteraturan semesta. Berdasarkan interpretasi copenhagen, alam semesta secara intrinsik bersifat non deterministik alias acak. Yang kita lihat sebagai keteraturan adalah proyeksi dari randomness pada level kuantum. Posisi dan momentum partikel elementer adalah dua hal dasar yang tidak akan pernah bisa kita ukur secara eksak nilainya, bukan karena keterbatasan alat pengukuran kita, tetapi karena sifat intrinsik keacakan tadi yang termanifestasi dalam ketidakpastian Heisenberg.

Alam semesta bersifat acak, yang bisa kita lakukan adalah menghitung seberapa besar probabilitas suatu sistem akan berada pada state tertentu.

Tidak ada desain di sini.
Tidak ada takdir di sini.
Tidak ada rencana di sini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun