Mohon tunggu...
Dian Artharini
Dian Artharini Mohon Tunggu... wiraswasta -

Aku: Tari, 32, ibu dua anak, praktisi UKM, menulis jika bermanfaat, google search: Dzafa Collection.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tight Money Policy, Kolapnya Perbankan

15 Oktober 2014   05:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:59 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14132996362082397052

[caption id="attachment_366440" align="aligncenter" width="601" caption="By : projusticia.me"][/caption]

Yang akan kita bahas disini adalah khusus untuk Perbankan Nasional baik bank swasta maupun bank plat merah, karena kalau bank asing atau bank swasta yang sudah merger atau di akuisisi oleh bank asing maka bagi bank mereka tidak ada masalah yang urgent dan prinsipil karena sumber likuiditas mereka terutama berasal dari induknya melalui lintas negara. Sinyalemen penulis pada awal triwulan pertama tahun 2014 seperti yang telah penulis ungkap dan tertuang didalam tulisan disini juga dalam tulisan disini, bisa anda baca kembali sebagai penyegaran.

------

Seperti yang juga pernah penulis singgung dalam tulisan disini tentang bahaya konglomerasi perbankan, sebagai badan usaha yang hakekatnya bergerak dalam jual beli uang, maka pada semester kedua tahun 2014 ini sudah nampak gejala-gejala pada Perbankan Nasional banyak yang mulai mengalami kesulitan likuiditas, ini terbukti dengan saling bersaing dan jor-joran mereka menaikkan suku bunga deposito mencapai hampir 5% diatas bunga acuan BI Rate yang 7,5% itu, sedangkan ketentuan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) untuk nilai sampai dengan Rp.2 Milyar masih dijamin asal tingkat bunga deposito yang diterima masyarakat tersebut paling tinggi atau dibawah 7,5%.

------

Tight Money Policy telah membuat keadaan ekonomi kita secara keseluruhan mulai meredup yang pasti tentunya berimbas pula kepada pihak perbankan, daya beli masyarakat yang menurun menyebabkan ikut menurunnya omzet penjualan dikalangan para pengusaha khususnya yang tergolong UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), hal ini bertambah parah karena kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif mulai dari BBM, Listrik, Telepon, Air,Elpiji, Angkutan (expedisi) yang menyebabkan meningkatnya biaya operasional. Dengan kata lain beban yang berat bagi pengusaha itu tidak bisa diimbangi dengan pemasukan dari omzet, bisa kita sebutkan dengan istilah “sudah jatuh tertimpa tangga” pula. Pembayaran kredit mereka kepada pihak perbankan secara otomatis menjadi tersendat-sendat.

------

Sumber pemasukan perbankan sebagian besar dari bidang perkreditan dan sebagian lagi dari bidang jasa non kredit, karena sumber pemasukan ini cenderung bermasalah yang ditandai dengan semakin meningkatnya NPL (Non Performing Loan) dari sebagian perbankan nasional kita, demikian menyebabkan sebagian mereka saat ini dalam posisi “konsolidasi” yaitu tidak dapat memberikan fasilitas kredit lagi untuk sementara sampai ada perbaikan pada NPL tersebut.

------

Situasi ini agar menjadi perhatian pemerintah untuk segera mengambil langkah kebijakan dengan menurunkan kembali BI Rate tersebut ke level semula sebesar 5,75%, jangan menunggu sampai para pelaku UMKM jatuh bertumbangan tersapu badai tsunami, juga jangan sampai salah satu dari Bank Nasional kita menjadi betul-betul kolap yang akhirnya akan berdampak sistemis terhadap ekonomi kita secara keseluruhan seperti halnya kasus Bank Century pada priode lalu, mengingat kebijakan TMP itu hakekatnya mempunyai dampak yang saling terkait.

------

Bandung, 14 Oktober 2014

------

+++TARI+++


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun