Mohon tunggu...
Farizky Aryapradana
Farizky Aryapradana Mohon Tunggu... Freelancer - D.Y.N.A.M.I.N.D

Just follow the flow of my mind.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Biang Kegundahan Messi, Hilangnya La Masia sebagai Roh Barcelona

29 Agustus 2020   19:18 Diperbarui: 30 Agustus 2020   22:24 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

8-2 atau 2-8. Angka yang kini menjadi nomor sial, bagi para fans Barcelona di seluruh dunia. Bagaimana tidak, tim kesayangan mereka disingkirkan dari Liga Champions 2020 dengan cara yang amat "kasar". Bayern Munchen tak segan - segan membantai kesebelasan asal Catalan tersebut dengan skor  8-2. Kekalahan yang sekaligus membuat "El Barca" tak meraih satu pun trofi pada musim ini.

Kekalahan itu ternyata berefek panjang. Pasca melakukan pemecatan terhadap pelatih Quique Setien, Barca dilanda sebuah kemelut besar. Legenda hidupnya, Lionel Messi (33) menyatakan ingin segera angkat kaki dari Barcelona. Kehadiran Ronald Koeman ternyata tidak memperbaiki keadaan tim yang sudah compang - camping. Messi sudah merasa tidak betah dengan kondisi internal klub yang sudah berdiri selama 120 tahun itu.

Tapi nampaknya, kekalahan telak atas Bayern Munchen hanyalah puncak dari kekesalan Messi terhadap manajemen Barca. Banyak spekulasi beredar bahwa, Messi sebenarnya sudah lama tak akur dengan Presiden Klub Barcelona saat ini yaitu Josep Maria Bartomeu. Kekalahan telak dari Bayern berhasil membuat cerita konflik di antara keduanya, menjadi klimaks pada waktunya.

Para analis sepak bola terkemuka pun angkat bicara. Mereka menerka - nerka bahwa, Messi menganggap Bartomeu telah melecehkan identitas tim asal Catalan tersebut. Selama menjabat sebagai presiden klub, Bartomeu dianggap seperti mengasingkan La Masia dalam rencana besar yang disusunnya.

Ya, La Masia yang dalam Bahasa Indonesia berarti 'Rumah Pertanian', merupakan akademi sepak bola terbaik di Eropa yang dimiliki oleh Barcelona. Sejak difungsikan sebagai akademi, La Masia telah menyumbang bintang - bintang top 'La Blaugrana'. Sebut saja mulai dari Pep Guardiola, Carles Puyol, hingga  Messi itu sendiri. La Masia terkenal sebagai "kawah candradimuka" yang menghasilkan jagoan lapangan kelas wahid. 

Pada era kepemimpinan Bartomeu, peran La Masia memang menjadi terpinggirkan. Lihat saja dari prestasi tim Barcelona B, yang berlaga di divisi dua Liga Spanyol. Barcelona B, selama ini menjadi tempat transit bagi pemain - pemain yang sedang diorbitkan dari hasil penggodokan di La Masia. Selama di bawah Bartomeu, Barcelona B harus terdegradasi dan hingga kini belum menunjukan tanda untuk naik lagi ke divisi kedua. Kini mereka bertengger di divisi ketiga Liga Para Matador tersebut.

Tak hanya itu, kebijakan transfer yang dilakukan oleh Barcelona juga ikut andil mematikan La Masia. Sejak tahun 2015, Barcelona telah menghabiskan 1 milliar poundsterling dalam membeli pemain - pemain! Lebih parah lagi, pembelian tersebut banyak yang menjadi mubazir. Seperti salah contohnya adalah pemboyongan Philippe Coutinho.  

Kebijakan ugal - ugalan tersebut, tentunya akan membunuh secara perlahan sistem kaderisasi yang selama ini dikendalikan La Masia. Pemain - pemain muda mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk unjuk gigi di tim utama. Bahkan, beberapa dari mereka dijual begitu saja oleh Bartomeu. Salah satunya adalah Xavi Simmons, yang dibuang begitu saja ke Paris Saint German (PSG).

Alhasil, hal inilah kemudian menjadi salah satu indikator kegagalan Barcelona. Di tanah Eropa, mereka tiga kali disingkirkan dengan kekalahan yang telak hingga 2019. Hal itu tentunya sudah menjadi peringatan, bagaimana pemain - pemain mereka mulai keteteran menghadapi perubahan zaman. Tragedi kekalahan 8-2 menjadi puncak dari kegagalan sistem kaderisasi Barcelona.

Sebagai alumni La Masia, Messi pastinya telah mahfum benar dengan cara kerjanya. Seiring menuanya usia, Messi membutuhkan rekan - rekan baru dengan usia yang lebih segar. Tadinya, Messi berharap diberikan produk - produk La Masia yang cetakannya tentu mirip dengan dirinya. Sistem pembinaan di La Masia, membuat mereka bisa mencetak pemain yang memiliki satu nafas bermain di bawah panji Blaugrana. Sehingga, Messi tak perlu beradaptasi ulang berkali - kali dalam menyatukan pikiran dan cara bermain di lapangan. 

Namun ternyata, yang terjadi justru sebaliknya. Messi justru dipaksa bekerja sama dengan mereka - mereka yang tak paham filosofi Barca sebagai tim sepak bola. Dia harus memimpin rekan - rekan yang tak paham esensi bermain sebagai pemain Barcelona. Mereka - mereka yang tak paham nilai 'mes que en club' secara menghayat. Hasilnya, Barcelona kehilangan roh permainan di lapangan hijau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun