Mohon tunggu...
diyanah shabitah
diyanah shabitah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Airlangga yang menyukai kemajuan teknologi. Inginnya sih menjadikan kemajuan teknologi dapat membantu kinerja sistem politik menjadi lebih baik dalam melayani dan mensejahterakan masyarkat.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Eksistensi Lulusan Ilmu Politik dalam Revolusi Industri 4.0

24 Februari 2019   20:08 Diperbarui: 24 Februari 2019   20:31 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perubahan kebutuhan dasar manusia

"Yah, kalau aja dulu gue tau revolusi industry 4.0 bakalan lahir mungkin dulu gue ambil jurusan sistem informasi atau teknik informatika ya. Di zaman revolusi industri 4.0 ini pasti mereka dibutuhin banget, kalau lulusan ilmu politik kek gue siapa yang butuh dan dimana bisa dapet kerja yes?"


Jujur gue sebagai anak ilmu politik sih pesimis banget bakalan dapet job langsung setelah lulus kuliah nanti. Karena baru-baru aja diawal  tahun 2019 ini kampus gue kerjasama sama narasi.tv dan kompas tv dan mereka membuka job seeker dan waktu gue liat pamfletnya yang dicari adalah orang-orang yang mampu mengoprerasikan sistem android, artificial intelligent dan mampu mengelola big data. 

Hal ini membuat gue sadar bahwa revolusi industri 4.0 ini memang erat kaitannya dengan digital dan teknologi. Kalau disadari semua hal dalam dunia ini berlomba-lomba untuk dijadikan online. Mulai dari e-commerce, e-learning, hingga pemerintah yang mulai dijadikan online dalam e-government. 

Tugas-tugas untuk meng-online-kan ini adalah tugasnya anak-anak sistem informasi, atau teknik informatika yang mengerti tentang sistem android, artificial intelligent, dan big data. Anak ilmu politik mah mana bisa melakukan hal ini? Karena, kita memang tidak dipersiapkan untuk memiliki keahlian digitalisasi seperti anak-anak IT.

Belum lagi sdm yang memiliki kemampuan dalam hal artificial intelligent, big data, dan sistem android masih sedikit oleh karena, itu saat ini mereka sangat dicari dan dibutuhkan agar Indonesia tidak ketinggalan zaman dengan negara lain yang sudah memulai revolusi industri 4.0 sejak 2010.

So, sebagai mahasiswa di prodi ilmu politik gue ngerasa ketinggalan zaman banget kalau engga memiliki kemampuan digitalisasi di era disrupsi teknologi ini. 

As long as you know guys, kalau seseorang atau suatu organisasi/kelompok tidak dapat mengikuti atau beradaptasi dengan perkembangan zaman maka hakikatnya dia pasti akan tertinggal.


Terusss.. apakah kemudian kita sebagai lulusan ilmu politik kudu ya belajar tentang artificial intelligent, sistem android, big data lah dsb? Emangnya gampang ya? Mahasiswa yang kuliah di jurusan TI/SI aja belum tentu bisa! Emang beneran ya engga ada lowongan kerja samasek buat anak ilmu politik di era ini? Bukannya semuanya udah punya bidangnya masing-masing ya?


Hold on guys...

Sebelum, kalian beneran berangkat untuk belajar sistem android, AI, big data, dsb. Kita mesti paham dulu nih faktor kebutuhan masyarakat dalam berkarir.

Ketika berkarir, kita pasti engga bisa lepas dari kebutuhan masyarakat. Contoh sederhananya aja, misalkan kondisi di masyarakat lagi berperang terus kalian mau berkarir menjadi penyanyi apakah mungkin bakalan ada banyak lowongan pekerjaan jadi penyanyi dalam situasi perang begitu? 

Engga mungkin kan, yang pasti dan mutlak ada adalah merebaknya lowongan pekerjaan bagi tentara atau pasukan yang siap berperang iya kan? Karena mereka pastinya dibutuhkan untuk membantu dalam memenangkan dan menyelesaikan peperangan.

Sama halnya dengan revolusi industri 4.0 saat ini. Bahwa tidak dapat dipungkiri revolusi industri 4.0  telah merubah dan menggeser kebutuhan masyarakat. Sebagaimana gambar dibawah ini.

 Piramida Abraham maslow dulu menunjukkan kebutuhan dasar manusia itu makanan, minuman, seks, dsb. tapi di era ini kebutuhan dasar manusia adalah wifi atau data, dan daya handphone atau battery. 

Banyak realitas orang saat ini yang rela mengurangi uang jajan atau uang makannya demi bisa beli paketan  agar bisa mengakses internet, hal ini juga menjadi salah satu realitas yang menunjukkan bahwa kebutuhan dasar masyarkat telah bergeser.

Hal ini terjadi karena era disrupsi telah membuat segala sesuatu dapat diakses dengan satu sentuhan melalui android dan internet. Belanja kebutuhan bulanan udah bisa lewat bukalapak, mau belajar tanpa ke tempat les udah ada ruang guru, dst. Hal ini kemudian menjadikan wifi atau koneksi internet dan battery menjadi penting.

Kemajuan teknologi yang hadir memang memanjakan masyarakat. Bagaimana tidak? Filosofi teknologi hadir kan memang untuk memudahkan pekerjaan manusia dalam mencapai tujuannya. 

That's why sekarang semua orang termasuk gue engga mau lagi ribet dalam segala hal. Nilai jual dari penjualan online kan salah satunya membantu kita supaya engga perlu ribet dateng ke toko nya, panas-panasan buat beli sesuatu dan engga perlu lagi ngantri dikasir, juga hemat ongkos.  

Mangkannya sekarang dibutuhkan banget tuh orang-orang yang memiliki kemampuan digitalisasi, yang bisa membuat sesuatu menjadi online dan mudah dijangkau oleh masyarakat dengan biaya yang sekecil mungkin. Siapakah mereka? ya mereka yang udah gue bilang diawal, anak IT.


Terus.. teruss.. beneran nih engga ada lowongan banget buat lulusan ilmu politik kek gue?

Nahh untuk tau jawaban dari pertanyaan ini kita mesti tau dulu nih sebenernya apa sih output sarjana ilmu politik?

Berdasarkan buku panduan dokumen kurikulum prodi (program studi) ilmu politik dikampus gue, lulusan ilmu politik disiapkan untuk menjadi seorang akademisi yang ikut berperan aktif dalam menghasilkan produk-produk kajian ilmu politik yang lebih baik. 

Secara, latar belakang lahirnya prodi ini pada tahun 1982 ketika kondisi perpolitikan indonesial menjelang puncak otoritarian. That's why tujuan dari capaian belajarnya adalah menjadikan mahasiswa yang mampu berpikiran kritis dan memiliki kesadaran untuk berperan aktif dalam pengembangan masyarakat dan perubahan-perubahan politik.

Yang gue perhatiin juga, kebanyakan dosen-dosen dan alumni gue ada yang jadi akademisi dengan menjadi ahli atau pengamat politik, ada juga yang membuka lembaga survei, lembaga konsultasi masyarakat akar rumput, ada yang membuat buku pengembangan teori-teori politik. Ada juga yang jadi aktivis dengan terjun langsung kedalam politik praktis, gabung ke partai politik, jadi staff kepresidenan, anggota DPR, dst.

Nah, profesi-profesis karir diatas itu memang pasti ada tapi tentunya dengan syarat, bahwa profesi tersebut harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman kek sekarang ini.

Contoh sederhananya, semisal nanti lo mau berkarir di politik praktis dengan jadi tim sukses pada paslon capres dan cawapres. Tapi lo engga punya basic skills dalam menggunakan teknologi canggih kek smartphone dan masih pake cara-cara tradisional. Seperti kampanye pake mobil bak terbuka kemudian keliling sekampung dst, pliss deh ini mah udah ketinggalan zaman banget sih!. 

Perlu dipahami juga kalau perubahan sosial yang terjadi sekarang ini telah membuat sumber kekuasaan itu juga bertambah, dulu mungkin sumber kekuasaan mendapatkan dukungan massa cuman bisa didapetin lewat kampanye pake mobil bak terbuka kemudian keliling kampung, tapi sekarang dengan perkembangan teknologi, sebagai tim sukses lo tinggal memanfaatkan sosial media. 

Dengan cara menghidupkan sosial media paslon dengan kegiatan-kegiatan positif yang dilakukannya, hal ini justru sangat efektif untuk sekarang. Kemenangan Donald Trump 2016 lalu membuktikannya. Tim sukses Trump saat itu memanfaatkan Facebook sebagai platform untuk kampanye dengan menggunakan strategi mikro (microtargeting) apa itu? (baca)

Kembali ke laptop, yang terakhir dari awalan ini, eksistensi kalian sebagai lulusan ilmu politik di tengah maraknya perkembangan teknologi seperti saat ini, adalah dengan menjadi seorang akademisi atau aktivis yang ikut berkontribusi dalam proses perpolitikan di Indonesia untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik lagi. 

Selebihnya kita harus mengakrabkan diri dengan teknologi-teknologi terbarukan (yang diciptakan anak IT) dan kudu berfikir kreatif dalam memanfaatkan teknologi atau IPTEK untuk memecahkan permasalahan dalam sektor politik/pemerintahan.  Sejatinya kemampuan lo dalam penggunaan teknologi akan memberikan nilai plus buat kamu saat kamu berkarir nanti.


Jadi, apa masih harus belajar big data, artificial intelligent, sistem android?

Kalau hemat gue sih, engga perlu. Yang penting adalah kita paham bagaimana mereka bekerja dan memahami bagaimana kedudukannya dalam menyelesaikan permasalahan pada ranah ilmu politik dengan begitu kita bakalan bisa memanfaatkan IPTEK untuk kemajuan perpolitikan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun