Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Siluet Merenda, Kegelapan Nyata Menjelma

5 Januari 2023   03:00 Diperbarui: 5 Januari 2023   03:18 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar Ilustrasi: pngdownload.id

Sadarkah di antara kita bila Tuhan Semesta Alam sejak semula telah ajarkan kepada manusia
Tentang budaya kebaikan bernilaikan prinsip keseimbangan di seluruh aspek semesta kehidupan?
Bergulir dalam batas ruang dan waktu, seiring dalam putaran waktu merangkai kejadian berulang-ulang
Dan, suatu ketika akan nampak sebagai ketetapan, teratur, lalu berdaur

Ataukah ada yang merasa bila segalanya tercipta dan menjelma dengan sendirinya?
Sehingga menghantarkan manusia menghamba pada nafsu, lampiaskan serakah tak terkendali
Terjerembab dalam kubangan gelimang harta, tahta mahkota, dan maunya menjadi penguasa
Abaikan kesetaraan antar sesama, melupa diri bila sejatinya adalah hamba bagi Sang Pencipta
Merudapaksa alam semesta, menghisap sesama demi meraih dominasi bersimbahkan hegemoni
Melebarkan sayap dan memuncak melintas antar bangsa, membelah dunia dalam genggamannya
Tuhanpun dipaksa tunduk menuruti maunya

Baca juga: Mengikis Kegelapan

Gelap gulita dalam ketimpangan tatanan dunia pun kian terasa menyeruak menjelma
Sementara, Tuhan menunggu kehadiran manusia-manusia pilihan
Yang akan pulihkan keseimbangan sebagaimana awal mulanya alam semesta dicipta
Dengan adab budaya dan peradaban yang diajarkan-Nya sebagai busana pembalut kepribadian
Agar manusia hidup dalam kehidupan nan indah dalam tatanan surgawi
Dan, sayangnya kebanyakan manusia lebih terbuai oleh bujuk rayu dan bernafsu
Menuju kehidupan terkutuk, celaka, binasa berlautkan api yang menyiksa

Sadarkah kita?
Ataukah masih dalam buaian nafsu keakuan yang melena?

*****

Kota Malang, Januari di hari kelima, Dua Ribu Dua Puluh Tiga.  

Baca juga: Merenda Hari Esok

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun