Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Api Nyali Tak Membara Lagi

15 November 2022   00:33 Diperbarui: 16 November 2022   11:33 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku sudah tak habis pikir, hilang akal dan cara untuk menyemangatimu. Kenapa saat ini engkau jadi seperti ini? Bagai helai-helai dedaunan yang layu ditimpa terik mentari bertubi-tubi, siraman air tak kunjung menerpa. Lunglai tiada daya, enggan berupaya, apalagi kembali bangkit, tegak kokoh berdiri, tak nampak lagi ...

Harimau garangku yang pernah kusaksikan sendiri dua puluh empat tahun yang lalu, kini jadi ompong melompong, tak  terdengar lagi aumnya ...

Mengapa? Kemanakah api nyalimu yang pernah membara di kala itu? Di kala dari titik nol reformasi menuju harapan baru, meski tak kesampaian jua ujungnya? Namun, setidak-tidaknya engkau telah berbuat, turut memberi andil, tumbangkan sang rezim otoriter selama tiga puluh dua tahun. Di tonggak 1998, titik nol,  semustinya dimulai dalam langkah-langkah menuju perubahan yang  berarti ...

Kecewakah engkau saat ini? Lantaran gaung reformasi justru berujung menjadi repot nasi, sibuk lakukan korupsi dengan cara yang lebih rapi berkompromi sana dan sini, agar tak gampang dikenali ... 

Reformasi berubah haluan menuju maraknya korupsi, gratifikasi sabet sana sabet sini seperti sudah menjadi tradisi ... 

Karena itukah engkau jadi lunglai dan tak bergairah lagi? Api nyalimu enggan membara lagi, terhalang oleh bayang-bayang kawan seperjuangan yang sudah tak sejalan menurut hati nurani nan suci murni, terbuai oleh bisikan rayuan yang telalu sulit dihindari  ...

*****

Lumajang, November di hari kelima belas, Dua Ribu Dua Puluh Dua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun