Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ujung Senja

17 September 2022   08:30 Diperbarui: 31 Desember 2022   19:25 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: magerpager.blogspot.com

Terasa atau tidak, senja telah merambah diri ini. Dan, aku masih belum apa-apa. Belum sejengkalpun menginjak bait-Mu, ya Allah, Tuhan semesta alam. Apakah hanya pada batas rajin berkunjung ke rumah ibadah yang menurut massal manusia adalah rumah-Mu sehingga aku boleh dikata telah menegakkan bait-Mu dengan doa senandung harap sebagai hamba-Mu? Benarkah? Aku masih belum tahu, dan aku masih terus mencari tahu. Agar kelak, bila saatnya tiba Engkau memanggilku, aku jadi tahu bila aku telah berjalan di garis yang Engkau maui di alam fana ini, bukan hanya sekedar dari katanya dan katanya. Aku tak mau akan hal itu ...

Saat kutemukan sebuah ungkapan, bahwa dunia adalah cermin akhirat, dunia adalah ladang akhirat, maka nalar akal sehatku harus kujalankan dan kukembangkan, bahwa di dunialah aku harus berbuat dengan prinsip penuh kebajikan. Kebajikan terhadap diri sendiri sebagai langkah awal untuk memulai. Lalu, terhadap keluarga, lingkungan sekitarku, bangsa negeriku dan dunia semesta alam. Dengan apa? Dengan nilai dan prinsip keseimbangan, harmonisasi di seluruh sendi kehidupan. Sebab, Tuhan telah berkata dalam firman-Nya, adakah kau dapati atas ciptaan-Ku yang tak seimbang? Karenanya, bukankah di balik semua ciptaan Tuhan yang penuh dengan keseimbangan ini, tersimpan ajaran-Nya yang bernilai dan berprinsip penuh dengan keseimbangan pula? Nalar akal sehatku tergerak ke arah itu yang tak boleh kuingkari dan kunafikan. Ya, tak boleh! Aku harus merinci dalam sudut pandang berpikir, berucap dan bersikap dengan penuh keseimbangan. Tak boleh larut dengan alam pikiran massal manusia, ucap dan sikap perilakunya yang nampak timpang, belum selaras dengan nilai dan prinsip keseimbangan. Sedangkan kehidupan akhirat adalah sebuah otomatisasi dari apa yang telah ditempuh manusia semasa hidupnya di dunia. Sehingga hidup di dunia, bagaimana menghadapi realitas hidup di dunia inilah yang menjadi penentu dan tolok ukur terhadap kehidupan di akhirat kelak. Aku harus yakin, tanpa berlebihan, dan harus seimbang. 

Mungkinkah pantulan cermin menjadi tak sama wujud dengan yang sesungguhnya manakala diri ini bercermin? Mungkinkah bila kita berladang tanam jagung akan tumbuh semangka? Nalar akal sehatku harus menjawab, tak mungkin! Ya, tak mungkin!

Bait Allah, Baitullah, tak sedangkal hanya tentang wujud bangunan tempat ibadah belaka. Yang dalam keseharian dikunjungi manusia, dijadikan sebagai tempat untuk meratap, merengek, mengadu, meminta dan bersenandung harap. Sementara, setelahnya, perilakunya tak menyentuh pada keseimbangan di seluruh sendi kehidupan dalam wujud tatanan. Mulai dari tatanan memperlakukan jasadnya sendiri, keluarga batih, lingkungan sekitar, lingkungan yang lebih luas dan seterusnya. Lantas, manakah pantulan sebagai pencegah perilaku yang berlawanan dengan kebenaran ajaran Tuhan? Manakah pantulan yang berupa sebagai pencegah perilaku yang berlawanan dengan akal sehat? Manakah pantulan pengejawantahannya? Ketimpangan masih saja hilir mudik tiada hentinya terpancar dalam kesehariannya.

Di ujung senja ini, aku coba mantapkan diri, mantapkan pikiran dan hati atas apa yang telah Engkau ajarkan. Dari pantulan sejarah bersaripati konsepsi hidup ideal nan seimbang, dari pantulan kenyataan pasti alam bersaripati bagi seluruh adab sosial budaya manusia dalam hidup ideal nan seimbang, menjauhi ketimpangan sekecil apapun, bahkan sebiji atom sekalipun. Sebab, Bait Allah, Baitullah adalah tentang tatanan dalam seluruh sendi kehidupan yang dimaui Tuhan bagi manusia sebagai ciptaan yang sudah seharusnya menghamba kepada Sang Penciptanya ...

Tuhan, bila hamba tak sampai pada waktu-Mu

Tak sampai pada bait-Mu di ujung senjaku

Perkenankanlah taubat syukurku

Di ruang dan waktu yang masih tersisa untukku dari-Mu

Mulai saat ini hingga pada suatu ketika nanti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun