Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sandiwara Belum Berakhir

26 Agustus 2022   09:38 Diperbarui: 26 Agustus 2022   10:35 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: niagahoster.co.id

Benarkah? Memang iya, kenapa? Dalil argumentasinya?

Mari kita urai dengan seksama, kawan! Tak boleh mengada-ada, apa adanya, jujur, adil, seimbang, indah, proposional, dan yang paling penting dan prinsipal, adalah terpenuhinya kaidah ilmiah yang bersifat ilmu, yakni memenuhi syarat ilmu pengetahuan yang oleh  kalangan cerdik pandai dinamakan bernilai sains. Hindarkanlah dari mitos, halusinasi ataupun klenik dan yang sebangsanya.

Sepakatkah? Ya, kita bersepakat soal itu!

Dunia ini bila ditamsilkan adalah panggung sandiwara yang diperankan oleh anak manusia, dengan gender lelaki maupun wanita, balita hingga dewasa dan tua renta. Komplit, lengkap tak ada yang tercecer. Cerita selalu berubah-ubah seiring dengan dinamika kehidupan dunia. Kadang bernuansa tragedi, kadang komedi, dan perpaduan di antara keduanya, yakni tragi-komedi. Ada pemeran antagonis, protagonis, dan figuran pendukung yang berperangai di antara keduanya,  antagonis dan protagonis yang berbaur jadi satu yang esensianya hanya dua, yakni kebaikan dan keburukan yang dilakonkannya.

Kita simak sajak di negeri ini, tak usah jauh-jauh menengok negeri lain dalam cakupan dunia yang luas. Kalaupun itu dilakukan, maka cukuplah sebagai bahan komparasi saja bagi apa yang terjadi di negeri ini.

Mulailah memahami sebatas apa yang telah  kita pahami, tak lebih dan tak kurang, yang pokok-pokok saja. Rinciannya, silakan dikembangkan sendiri dalam proses pembelajaran dan pengalaman diri kita sendiri. Apakah dari pantulan Alam, atau sebaliknya, dengan sedikit konsepsi yang kita dapatkan, kemudian dijajag ke dalam kenyataan Alam guna mendapatkan pembuktian sebagai hamonisasi antara teori dengan kenyataan yang tak terbantahkan.

Fakta realita fenomena di negeri ini sebagai entitas kehidupan timpang atau pincang, yang berarti tidak seimbang, di antaranya adalah demikian,

  • Berbagai bencana berskala kecil, menengah, dan besar bisa kita saksikan sendiri atau melalui sajian berita dari media massa, seperti Banjir Bandang, Tanah Longsor, Gempa Vulkanik dan Tektonik, Tsunami, Letupan Gunung Berapi, dan lain sebagainya yang berkategori sebagai Bencana Alam.
  • Menyeruaknya pandemi dengan segala variannya, dari yang bernama kopid sembilan belas sampai dengan cacar monyet, dan entah apalagi yang bakal muncul dalam melahirkan paranoid massal.
  • Tokoh Agamis, atau sebut saja rohaniawan secara umum yang telah mencabuli perempuan anak didik asuhnya yang menghebohkan publik dan menjadikan negeri ini berguncang-guncang.
  • Seorang jendral polisi yang begitu sadisnya melakukan pembunuhan berencana terhadap bawahannya sendiri, yang hingga saat ini masih dalam proses menunggu putusan hukum tetap dari pengadilan sebagai pertanggungjawaban atas perbuatan yang disangkakan. 
  • Seorang serdadu AD berpangkat Kopral Kepala melakukan rencana pembunuhan terhadap istrinya sendiri dengan modus pinjam tangan menyewa orang lain sebagai algojo, namun gagal, dan berujung pada kematian sang serdadu itu sendiri yang ditengarai menenggak racun akibat depresi, karena rencananya keburu diketahui alias ketahuan.
  • Maraknya penyalahgunaan Narkoba dan Korupsi oleh berbagai kalangan dan profesi dalam berbagai modus dan cara yang dilakukannya, telah menghebohkan publik dan mengguncangkan sendi kehdupan seantero negeri ini, dan ironisnya menembus ranah pendidikan dan pengajaran yang konon adalah kawah candradimuka dalam menggodok sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa berperspektif memanusiakan manusia, terlingkup di ranah kemanusiaan yang adil dan beradab.

Alam menggeliat berontak karena tak mau menerima ulah perilaku manusia yang mengusiknya, yang semestinya dijaga dan dipelihara hubungan di antara keduanya dalam menciptakan harmonisasi antara manusia dengan Alam yang memfasilitasi segala kebutuhan manusia, harmonisasi relasi antara mikrokosmos dan makrokosmos. Itulah semestinya dan yang seharusnya secara prinsip menurut nilai keseimbangan berdasarkan Ajaran Tuhan Semesta Alam yang patut diwujudkan oleh manusia dalam kemanusiaan yang adil dan beradab. Beradab sebagai hamba-hamba Tuhan yang diharapkan selalu berpegang teguh kepada nilai dan semangat juang menegakkan keseimbangan hidup di Dunia. Bukan malah menciptakan kepincangan atau ketimpangan hidup di Dunia yang fana ini.

Cukup! Sedikit saja, sebab itu sudah merepresentasikan fakta realita fenomena disharmonisasi relasi antara pasti Alam dengan sosial budaya dan peradaban manusia.

OK! Lantas, hendak kemanakah bahtera kehidupan bangsa ini dalam mengarungi samudra kehidupan  Indonesia_Nusantara yang maha luas dengan hamparan daratan dan lautan yang esensi faktualnya adalah gemah ripah loh jinawi ..? Nahkoda bahtera bangsa negeri ini, maaf, apa sudah khatam bin fasih akan seluk beluk, hal ihwal terhadap sejarah bangsanya dalam filosofi bahwa sejarah adalah guru kehidupan dengan prinsip siklus dalam gerak pergulirannya, dan bukan linear?!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun