Tersingkaplah tabir tirai yang selama ini engkau jadikan tebeng untuk menyembunyikan perilaku nista aibmu, bermain petak umpet dengan sang prajurit muda yang biasa mengawalmu, melindungimu kemana saja engkau melenggang. Aroma birahi nakalmu, membius lelaki prajurit muda pengawalmu.Â
Gejolak birahi nakalmu yang tak tetahankan karena luapan keakuanmu, disambut oleh sosok jiwa muda yang tak kuasa menolak akan rasa ingin tahu untuk mengalaminya, nikmatnya mencuri kesempatan di saat sempit, di ruang sempit. Terpenuhilah maumu, birahi nakalmu. Kata berjawab, gayungpun bersambut. Klop!
Sang lelaki kesatriamu pun jadi murka lantaran telah mengendus apa yang telah engkau lakukan bersama sang lelaki prajurit pengawalmu, yang tak lebih dari bagian dari orang yang dipercaya oleh lelaki kesatriamu. Bapak, jendral, guru bagi keluarga batihmu.Â
Ini harus disudahi! Tak boleh dibiarkan berlarut, keterlaluan! Begitu, murkanya sang lelaki kesatriamu.Â
Naik darah berpitam, akal sehatpun tak kokoh lagi, lunglai, bermuntahlah amarah. Tragedi dari sebab ulahmu yang laksana buah apel yang sudah tak ranum lagi, tak bisa dihindari, sebagai cara untuk menyudahi di kala emosi sang lelaki kesatriamu yang tak terkendali.Â
Hanya satu kata yang ada dalam benaknya, sudahi ..! Dengan cara, habisi! Demi sebuah kehormatan dan harga diri bagi sang lelaki kesatriamu yang terusik dan tercabik-cabik karena ulahmu, birahi nakalmu.
Senja yang terlarang, tragedi dari pikiran lelaku menyimpangÂ
Sang permaisuri yang telah menanggalkan jati diri pribadi
Menerobos batas pagar ayu, meluapkan nafsu birahi nakal yang mengharu biru
Lalu, direkalah jalannya kisah agar tak merebakkan aroma aib
Yang dipicu oleh karena ulah sang tambatan hati belahan jiwa