Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menghidupkan Budaya Mati

23 Juli 2022   00:22 Diperbarui: 23 Juli 2022   01:06 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dia Allah, Tuhan Sang Pencipta Segala
meniupkan angin sebagai kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya
sehingga apabila angin itu membawa awan menjadi mendung
kemudian dihalau-Nya menuju daerah kering tandus
lalu diturunkanlah menjadi hujan, ditumbuhkan-Nya berbagai tanaman pepohonan, biji-bijian dan buah-buahan
hanya karena agar setiap manusia mau hidup bersyukur
atas segala nikmat dari Tuhan semesta alam
begitulah hanya bagi yang mau berpikir dan berpikir dengan penuh kesadaran ...


namun sayang, hanya segelinitir manusia yang mau menyadari dengan pikiran, tutur ucap katanya, serta segala adab prilakunya ...
seperti itulah majas konsepsi rancang bangun kedaulatan ilmu Tuhan atas segala ciptaan-Nya
seiring dengan pasti alam  bagi sosial budaya manusia yang telah mati


energi pancaran cahaya matahari , adalah gambaran nyata kedaulatan ilmu Tuhan bagi manusia
sudahkah kesadaran massal manusia sampai kesana?
atau masih terbelenggu oleh keakuannya?

 
laksana menghidupkan budaya yang telah mati
mari dicerna, untuk menatap situasi dunia tempat berpijak kita saat ini
bila kita ingin menjadi bagian dari yang terselamatkan
dari hantaman gelombang ketimpangan hidup kian membabi buta, meraja lela dan tak terkendali
menuju hidup seimbang menurut maunya Tuhan
adalah sebuah jawaban yang wajib diejawantahkan ...


bilakah?
 
Kota Malang, Juli hari kedua puluh tiga, Dua Ribu Dua Puluh Dua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun