Mohon tunggu...
dyah ayu
dyah ayu Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Ayu hanya 'anak-anak' yang ingin melihat betapa banyak dunia yang ingin ia jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kucing-kucing Manusia

2 Februari 2023   01:23 Diperbarui: 2 Februari 2023   01:35 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

     Ish, kok nggak dipanggil, tho.

     Menoleh kembali pada wanita renta penjual buah. “Sepuluh ribu, Bu.” Saking pegalnya, penjual itu melambaikan tangannya. Wanita yang dipanggil Umik mendengus melihat gestur mengusir itu.

     Saat menyusuri lorong, Umik merasa kresek digenggamannya bergemerisik, seperti ada yang mengendusnya. Umik menoleh. Mendapati kucing kecil berwarna putih dengan banyak bercak rusuh, kotor, rembes, bau comberan. Ugh. Ia tak tau kucing jelek itu milik siapa. Yang ia tau, ia menendang kucing kurus itu untuk melampiaskan perasaan dongkolnya pada penjual buah tadi.

     Kucing berbulu putih itu mencicit. Dari sudut pandang si kucing, dunia ini hanya abu-abu. Seperti menonton TV dengan tampilan hitam-putih. Untuk mencari makan saja kucing itu harus memaksa empat kaki kurusnya berjalan. Maka tendangan pada kepala kecil barusan membuat pandangan si kucing bau gelap seketika.

     Hewan berkaki empat itu kaget. Ia mencoba berlarian, mencari cahaya. Barangkali dapat mengembalikan pandangan abu miliknya.

Namun nihil. Kepala kecil itu malah membentur tembok rendah berlapis keramik, sol para pedagang.

     “NGEOOONG!” Jeritan yang pilu dari si hewan malang.

     Satu minggu. Pandangan kelabu si kucing kembali, tapi kali ini seperti menonton TV hitam-putih dengan kualitas paling buruk, buram. Jadi hewan malang itu mengandalkan hidungnya untuk membawa kemana ia harus mencari makan.

     Indra si kucing mencium sesuatu. Mengikuti bau pindang goreng dengan pandangan kabur. Tidak bisa menghindar, seseorang dengan tumpukan kotak telur memenuhi kedua tangan tidak sengaja menendang tubuh kecilnya.

     “Ngeong….” Aduh….

     Setelah memulihkan diri, si kucing mempercepat larinya–Hei, perutnya sudah kosong sejak seminggu karena syok dengan pandangannya yang selalu menampilkan warna hitam–tanpa sadar ia sekarang sedang menyebrangi jalan besar depan pasar. Satu dua mobil berseliweran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun