Mohon tunggu...
Dwi W Setiorini
Dwi W Setiorini Mohon Tunggu... -

HR Consultant dengan fokus tulisan kepada bagaimana berkarir di dunia industri. https://www.linkedin.com/in/dwisetyorini/

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Karirmu, Hidupmu

31 Agustus 2018   22:46 Diperbarui: 1 September 2018   11:48 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Percaya atau tidak, sebagian dari kita sudah menentukan karir dari sejak TK. Pertanyaan yang sering kita temui ditanyakan kepada anak-anak adalah `kalau besar mau jadi apa?`

Saat SD, cita-cita saya standar aja. Jadi dokter. Ketika SMP, guru saya bilang, saya cocok jadi public speaker. Sebenarnya gak kebayang Public Speaker itu riilnya kayak gimana?

Tapi nasib berkata lain, saya tidak lulus UMPTN (jaman itu disebutnya begitu) di universitas idaman yang saat itu saya berpikir bisa membuat saya jadi seorang public speaker. Saya lulus di pilihan kedua, Jurusan Bahasa Jepang.

Setelah lulus perguruan tinggi, karir pertama saya adalah guru, ternyata cita-cita saya tercapai, jadi Public Speaker (di depan kelas). Walaupun setelah itu bosan (dengan gaji) menjadi guru, saya mencoba berkarir di dunia industri. Awalnya sebagai HR-GA staff di pabrik, saat ini menjadi HR Consulant. Ternyata tanpa sadar saya sudah menjadi Public Speaker.

Kembali ke masalah cita-cita, pertanyaan yang diajukan kepada anak-anak secara tidak sadar menjadi motivasi buat mereka. Pelan-pelan anak-anak melangkah untuk meraih cita-cita, target hidup mereka. Hal ini juga mempengaruhi atau bisa juga kita bilang mempermudah anak-anak untuk memilih aktifitas mereka di sekolah.

Misalnya lebih konsen ke pelajaran science atau sosial. Setelah lulus SLTA, langkah untuk pencapaian cita-cita makin mengerucut dengan pilihan yang diambil di universitas. Yang khusyuk dengan cita-citanya akan mendalami dengan tekun. setelah lulus perguruan tinggi, setiap dari kita, berusaha untuk berkarir di bidang yang dicita-citakan. 

Itu kalau semua lancar dan sesuai dengan harapan kita. Faktanya tidak seindah itu. Tidak bisa masuk ke jurusan yang kita idam-idamkan, misalnya bisa masuk pun, ternyata untuk lulus dari universitas kita harus melalui jalan panjang yang berliku. Tugas yang menumpuk, riset atau penelitian bahkan masalah dengan teman pun bermunculan. Proses panjang yang mendewasakan.

Setelah lulus perguruan tinggi pun mendapatkan pekerjaan bukan hal yang semudah membalikkan telapak tangan. Persaingan ketat sesama pencari kerja, birokrasi yang menghalangi, bahkan modal juga jadi faktor penghambat. Kalau kita menyerah pada nasib, mungkin kita akan menjadi generasi apa-adanya. Asal dapat kerja asal bergaji asal bisa makan. Tapi ini tidak salah, sama sekali. Itu adalah pilihan. 

Yang punya motivasi besar terhadap cita-cita yang disebut sejak TK tentu akan mencari Jalan untuk meraih cita. 

Sedikit cerita tentang seorang engineer Jepang, lulusan USA dan pernah bekerja di perusahaan otomotif ternama, Honda. Cita-citanya sejak kecil adalah menciptakan kendaraan original bikinan dia sendiri. Dia engineer dengan kemampuang engineering yang tidak diragukan.

Saat ini dia sudah memproduksi kendaraan sederhana dengan harga hanya sekitar 3 juta an saja. Kendaraan original dia sangat sederhana dan diproduksi hanya dengan pesanan. Tapi dia puas dan merasa inilah hidup yang dia cita-citakan. Yang seperti ini ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun