Mohon tunggu...
Dwi Utomo
Dwi Utomo Mohon Tunggu... Administrasi - Fiskus sekaligus rakyat jelata

Saat ini bekerja di kantor pajak di Batu, Jawa Timur. Mempunyai minat menekuni dunia grafis dan informasi teknologi ringan. Mempunyai blog yang isinya sekitar pajak di www.contohpajak.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Patuhilah Rambu-rambu Ceramah Agama

20 April 2018   16:24 Diperbarui: 20 April 2018   16:34 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelantang Suara (Sumber: Freepik)

Setelah cukup lama gaduh dengan ceramah di masjid yang berbumbu politik, akhirnya pak mentri agama ikut bersuara dan mengatur bagaimana sih isi ceramah agama yang baik dan benar.

Baru kali ini memang kegiatan agama di tempat ibadah yang berisi rangkaian nasihat itu harus diberi rambu-rambu, yah menjelang tahun politik di depan dan dan khususon berkaca dari pengalaman pilgub ibukota kemarin, masyarakat sempat terbelah karena ditengarai adanya isu SARA yang berembus seperti laiknya udara panas yang menyibak rambut yang berpeluh keringat, pokoknya nggak enak lah dan bikin dongkol.

Memang yang namanya masjid itu adalah tempat berkumpul setrategis nan murah, tanpa biaya sewa tempat tanpa harus mengeluarkan uang konsumsi ataupun uang transport, para jamaah akan berbondong-bondong datang ke sana untuk mengais ilmu agama dan nasihat-nasihat yang harusnya bikin hidup makin hidup, persis iklan rokok era milenium. Nah berikutnya tinggal para penceramah dititipi pesan politik samar-samar yang bisa membolak-balik hati umat agar bisa mengangguk "iyes" sesuai pesanan.

Sangat bahaya dan rugi sekali, karena para umat yang datang berkumpul ke masjid bisa jadi mereka adalah golongan yang pengen hidupnya berkah tapi malah jadi gundah gulana salah arah. Atau jamaah yang datang karena pengen silahturahim dengan jamaah lain tapi begitu didoktrin malah jadi sinis dengan teman satu keyakinan, jadinya malah pecah persaudaraan kan.

Yang lebih rugi lagi adalah, pendengar ceramah agama-politik itu gak dibayar, syukur-syukur kelar ceramah dapat nasi padang kotakan dan amplopan buat naik gojek, paling-paling cuman air gelasan dan sedotannya itupun kalau ada. Yang miris kalau ceramahnya pas di waktu khotbah sholat jumat, jamaah ya harus diam nyimak, masak iya jamaahnya mau ndengerin sambil makan kue atau sambil nyendok santan kuahnya nasi padang, kan batal jumatannya. Khotibnya juga bakalan ngiler dan gagal fokus liat para pendengarnya makan-makan dengan lahapnya.

Tapi sebelum imbauan menteri agama itu beredar, saya pernah dapat pengalaman khotbah jumat yang sejuk. Suatu waktu, tibalah jamnya untuk sholat jumat, sebagai karyawan yang baik segera saya nyetarter vario bongsor ke masjid bukan karena takut gak dapat khotbah cuma lagi malas aja di kantor buat kerja. Masjid renovasian di pinggiran Kota Batu jadi pilihan karena jamaah di dalam full, otomatis saya gak bisa duduk di dalam dan terpinggirkan di luar dan enak dapat angin, cuma kuatir kalau hujan saja, nanti bisa bubar barisan shof saya.

Terdengar khotib di ujung sana mulai berceramah, usianya mudaan dia, kayaknya belum 30an tahun. Takjub juga saya melihat regenerasi para pendakwah yang muda tanpa segan tampil, padahal jika mau di deretan depan sudah banyak para sepuh yang saya yakin ilmu agama mereka jauh lebih tinggi. Inilah yang disebut ngalahnya orang tua untuk majunya anak muda.

Topik yang diangkat khotbah waktu itu adalah memilih pemimpin yang baik. Sebagai seorang muslim saya setuju ketika khotib menyampaikan tips-tips memilih pemimpin yang baik secara islami. Yang bikin saya tegak dari ngantuk adalah ketika khotib tidak melarang jika harus memilih pemimpin kafir yang berkinerja baik. Pada dasarnya pemimpin non muslim asal dia nggak menghambat rakyatnya dalam beribadah dan berlaku adil ke warganya maka dia masuk kriteria pemimpin yang baik.

Sebuah anjuran anti mainstream di tengah para jamaahnya yang seiman. Tidak ada kegaduhan atau ngedumel dari pendengarnya. Bisa jadi karena watak warga sekitar masjid yang toleran tinggi dan berpikiran terbuka jadi hal-hal yang berbeda akidah bisa tersampaikan tanpa harus main geruduk sana-sini.

Akhirnya khotbah ditutup dengan doa yang disampaikan dengan tersendat-sendat dan jamaah tampak khusyuk menyimak dan ini juga makin bikin saya kagum sama para sesepuh di barisan terdepan, namanya anak muda bisa saja salah dalam belajar tetapi itu berarti mereka nggak dapat kesempatan untuk tampil di depan.

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun