Mohon tunggu...
Dedi Dwitagama
Dedi Dwitagama Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Pendidik yang bermimpi makin banyak anak negeri yang percaya diri dan berani berkompetisi. Mengajar Matematika di SMKN 50 Jakarta - Blogger sejak 2005: http://dedidwitagama.wordpress.com, http://fotodedi.wordpress.com dan http://trainerkita.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak SMK di Pusaran Politik atau Tawuran Gaya Baru

26 September 2019   12:00 Diperbarui: 26 September 2019   12:43 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gemuruh mahasiswa turun ke jalan, keluar dari kampus menuju titik kumpul di gedung DPR, DPRD di berbagai daerah menjadi berita yang mewarnai negeri beberapa hari terakhir hingga tumpah ruah ke media sosial seperti instagram, twitter dan facebook, menjadi santapan warga net, termasuk anak-anak SMK.

Jika mahasiswa malakukan aksi dilakukan dengan perencanaan dan koordinasi internal kampus dan dengan kampus lain, terlihat dari pemakaian jaket almamater, isu-isu yang diangkat, poster-poster, spanduk yang dibentangkan, mobil komando, mobil angkutan (umumnya bis), lagu-lagu yang dinyanyikan sudah dilatih dan dipersiapkan sebelumnya.

Sementara anak-anak SMK seperti terbawa arus, mungkin berawal dari keingintahuan, istilah anak sekarang "kepo", anak-anak SMK melihat kakak-kakak mahasiswa melakukan aksi di pinggir jalan, lama kelamaan jumlah anak SMK semakin banyak dan terbawa emosi masuk ke dalam arena demonstrasi, dengan cara dan gaya yang tak direncanakan, mereka melakukan dengan gaya khas mereka saat tawuran yang berlarian di jalan, berteriak, melempar dan memukul lawan dari sekolah lain, di lokasi demonstrasi yang menjadi lawannya adalah pihak yang berhadapan dengan mahasiswa, yaitu polisi, jadilah seolah anak-anak SMK berhadapan dengan polisi.

Sebagai guru yang banyak bergaul dengan anak-anak SMK, saya menduga kemunculan anak-anak SMK dengan aksi khasnya menjadi viral di media sosial, beredar di grup-grup whatsapp mendorong anak-anak SMK yang sudah terbiasa tawuran untuk memanfaatkan suasana demosntrasi mahasiswa sebagai panggung melampiaskan "kegemaran" di jalan selama ini. 

Terlihat bahwa kedatangan mereka ke sekitar gedung DPR tak terorganisir, mereka hanya memakai seragam sekolah hari itu, padahal anak-anak SMK juga memiliki seragam jaket almamater seperti kakak-kakak mahasiswa, tak ada bis yang mengangkut anak SMK, mereka ke lokasi dengan cara "membajak" truk dan kendaraan lainnya yang bisa mengantarkan mereka ke lokasi, sedikit sekali atau hampir tak ada poster dan spanduk yang anak-anak SMK bawa, jika ditanya mereka menjawab sesuai pengetahuan mereka dari mass media, tak ada issu khusus yang diangkat berhubungan dengan kehidupan sekolah atau remaja se usianya.

Yang terjadi "seolah" anak-anak SMK menemukan sasaaran atau lawan yang makin sulit mereka cari saat ini, karena banyak SMK negeri dan swasta yang telah menereapkan aturan sangat tegas untuk muridnya yang terlibat tawuran hingga langsung dikeluarkan, dihentikan tunjangan KJP, diproses kepolisian, dsb. 

Peristiwa tawuran di jalan semakin jarang terjadi selain karena faktor ketegasan sekolah, masyarakat sekarang juga sudah muak dengan kelakuan anak SMK yang tawuran di lingkungannya hingga penduduk bereaksi dengan mengusir, melempar, menangkap dan menyerahkannya ke polisi.

Dari daftar sekolah yang beredar di grup-grup whatsapp guru terlihat bahwa sedikit sekali murid sekolah negeri yang tertangkap polisi, kebanyakan mereka berasal dari sekolah swasta yang disiplinnya tak begitu baik, murid nakal, jarang masuk, terlibat tawuran seolah dibiarkan.

Melihat liputan langsung dari lokasi, tampaknya anak-anak SMK lebih berani dan lebih anarkis dari kakak-kakak mahasiswa. Polisi harus bergerak cepat mendata siapa dan dari sekolah mana yang terlibat demonstrasi anarkis, mengidentifikasi peran mereka, hingga menemukan aktor intelektual yang mengerahkan mereka ke lokasi, termasuk ketika polisi menemukan orang yang bukan anak SMK bergabung dengan anak-anak SMK harus segera di identifikasi dan dijelaskan kepada masyarakat, akrena badan dan tampang mereka tampaknya lebih "boros" serta tak memakai seragam sekolah.

Anak sekolah terlibat politik itu keniscayaan, mereka harus melek politik karena mereka akan menjadi pemilih dan berhak dipilih sebagai wakil rakyat dan pemimpin negeri sehingga saat ini sekolah tak perlu lagi tabu memberi pembelajaran berpolitik kepada murid-muridnya, seperti yang dilakukan kepada mahasiswa baru saat ospek mereka dikenalkan lagu-lagu perjuangan pergerakan mahasiswa, dilatih berorasi, membuat poster dan spanduk, hingga simulasi demonstrasi di lingkungan kampus, seharusnya di SLTA murid mulai dikenalkan dengan kehidupan berpolitik.

Anak-anak SLTA dikenalkan dunia politik termasuk cara menyampaikan pendapat secara santun, bermartabat, tidak anarkis agar saat ada kesempatan turun ke jalan mereka sudah tahu adab menyampaikan aspirasinya, dan ketika menjadi mahasiswa mereka lebih menyempurnakan cara penyampaian pendapat berdasarkan pengalaman sejak di SLTA. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun