Mohon tunggu...
Dwiroso Dwiroso
Dwiroso Dwiroso Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja freelancer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyikapi Letupan Idiom Sontoloyo dan Gendruwo Jokowi - Melawan Lupa

10 Desember 2022   09:33 Diperbarui: 10 Desember 2022   09:45 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Melawan Lupa

Menyikapi Letupan Idiom Sontoloyo dan Gendruwo Jokowi..

By. Dwiroso

Beberapa hari ini suasana perpolitikan kembali menghangat menyusul munculnya kata gendruwo dari seorang jokowi. Sebelumnya publik di kubu seberang di buat baper dengan kemunculan idiom sontoloyo di belakang kata politisi. Kali ini pilihan istilah dari sang presiden tentang gendruwo seolah menjadi trending topik di media media, baik mainstream maupun online. Dan berbagai respon dan komentar berhamburan dari kubu opposisi.

Terutama ketika kata gendruwo dikaitkan dengan sosok jin atau memedi yang bertubuh besar, berbulu lebat dan bermuka seram. 

Jika kita mengingat kembali kehidupan di masyarakat agraris atau pedesaan kita akan banyak di suguhi berbagai sosok "mitologis" atau dunia lain. Bagi kalangan ekstraordinary yang mengerti dan sanggup menembus dimensi alam diluar alam material, akan di peroleh gambaran sosok sosok yang menyeramkan plus penamaan dari si makhluk, ada setan gundul yakni sosok makhluk dunia lain yang kepalanya gundul, ndas.glundung makhluk yang digambarkan sebagai kepala tanpa badan, kuntilanak hantu perempuan berambut panjang yang memiliki suara tawa melengking mengerikan, lalu ada sosok genderuwo yang secara gambaran bentuknya telah penulis sampaikan di atas. 

Sebenarnya masih selusin lagi sosok dari dunia lain yang beredar di kehidupan masyarakat kita.

Dari semua sosok yang tersebut di atas, baik yang diyakini sebagai mitos belaka maupun ada dalam penangkapan jenis manusia "khusus" intinya dihadirkan untuk menakuti nakuti manusia terutamanya anak anak.

Dalam commonsense ilmu jiwa, rasa takut adalah wujud lemah nya jiwa, rapuhnya jiwa. Rasa takut pada diri manusia bersifat potensial , dia bisa di aktivasi melalui pengkondisian bisa dalam bentuk faktual maupun stimulan berupa doktrin dan mitologis. Sebagian besar orang takut terhadap ular, hantu, kemiskinan, penderitaan, dari kondisi obyektif atau faktual tersebut lalu di konversi menjadi alat untuk melemahkan diri manusia. Sifat manusiawi berupa rasa takut ini dimainkan untuk membuat manusia lemah, tidak harus menghadirkan fakta atau realitasnya, cukup dimunculkan mitos yang didoktrinkan seolah olah ada dan terjadi, seperti untuk membuat anak tidak bermain di malam hari, cukup dihadirkan rasa takutnya, dengan narasi ada wewe gombel yang suka mengambil anak anak yang masih berkeliaran saat malam hari, dan agar lebih membekas sesekali di imbuhi dengan cerita cerita. Demikian pula dalam kehidupan orang dewasa sering dijumpai cara untuk melemahkan mental dengan menciptakan ketakutan pada diri mereka.

Maka dalam perpolitikan segala cara, memainkan rasa takut sebagaimana gambaran di atas kerap dipilih, dimana bertujuan untuk melemahkan bahkan menjatuhkan wibawa kubu lawan.

Sebagaimana yang kerap di lakukan oleh kubu opposisi terhadap kubu pemerintah sekaligus petahana,mulai dengan narasi indonesia bubar pada 2030, rakyat akan sulit mencapai kemakmuran selama pemerintah nya jokowi , dimana mana rakyat menderita karena harga kebutuhan terus melambung tinggi, akibatnya daya beli menurun, hutang semakin besar, rupiah terus melemah, pertumbuhan tetap di point 5 persen, lalu bergeser pada isu sara, dengan munculnya narasi jokowi tidak berpihak pada umat islam, ulama dikriminalisasi, tukang kritik berakhir di bui dsb..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun