Mohon tunggu...
Dwi Ramadhani
Dwi Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tertarik pada dunia psikologi

Mahasiswi Psikologi di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Mahasiswa dalam Mewujudkan Kesetaraan Gender pada Bidang Pendidikan Guna Meratakan Kemajuan Pendidikan di Indonesia

23 Maret 2022   02:26 Diperbarui: 23 Maret 2022   03:16 1290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pentingnya pendidikan untuk semua lapisan masyarakat (sumber: pixabay)

          

               Konsep pembangunan berkelanjutan belakangan ini menjadi sebuah hal yang marak disorakkan dan menjadi fokus dunia internasional. Semenjak diadakannya Konferensi tentang Pembangunan Berkelanjutan yang dilaksanakan oleh PBB pada tahun 2012, terciptalah satu istilah baru dalam ranah pembangunan berkelanjutan, yaitu Sustainable Development Goals (SGDs) yang merupakan lanjutan dari Millenium Development Goals (MDGs) yang berakhir pada tahun 2015 lalu. Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan adalah rencana aksi global yang sudah disepakati oleh 193  pemimpin negara sebagai upaya untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, serta melindungi lingkungan. Ruang lingkup SGDs sendiri cukup luas, yaitu meningkatkan kesejahteraan manusia, perdamaian dunia serta kelestarian lingkungan. SGDs berdasar pada hak asasi manusia dan kesetaraan, sesuai dengan slogannya yaitu "No One Will Left Behind" atau tidak akan ada seorangpun yang tertinggal. Maksud dari slogan tersebut adalah bahwa seluruh manusia di suatu negara yang tergabung dalam SGDs memiliki hak yang sama dalam hal sosial, pendidikan, ekonomi, dan hak asasi manusia lainnya.

            Millenium Development Goals (MDGs) juga merupakan salah satu agenda internasional yang disepeakati oleh PBB sebelum terciptanya Sustainable Development Goals (SDGs). MDGs berjalan selama 15 tahun dan berakhir pada tahun 2015. Fokus materi/ kajian MGDs sebagai program internasional sangat beragam, yaitu mengurangi kemiskinan dan kelaparan, menuntaskan tingkat pendidikan dasar, mempromosikan kesetaraan gender, mengurangi kematian anak dan ibu, mengatasi HIV/AIDS, dan memastikan kelestarian lingkungan hidup dan membentuk kemitraan dalam pelaksanaan pembangunan. Darma et al (2020) mengungkapakn bahwa ada beberapa target/kajian yang belum teratasi sampai berakhirnya masa MDGs. Oleh sebab itu, pada dasarnya, SGDs yang merupakan lanjutan dari MDGs memiliki persamaan tujuan dan menindak lanjuti tujuan MDGs yang belum terpenuhi, terutama tujuan menghilangkan kelaparan dan kemiskinan. Namun, berbeda halnya dengan MDGs yang difokuskan kepada negara-negara berkembang, SDGs memiliki sasaran yang lebih universal. SDGs memiliki tiga pilar yang menjadi indikator dalam konsep perkembangannya, yaitu pembangunan manusia (human development) mencakup pendidikan dan kesehatan. Selanjutnya, melekat pada lingkungan kecil (social economic development) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan serta pertumbuhan ekonomi. Kemudian indikator selanjutnya melekat pada lingkungan yang lebih universal (environmental development) mencakup ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan yang baik.

            Tujuan SGDs salah satunya adalah mencapai kesetaraan gender dari berbagai aspek dan memberdayakan kaum perempuan. Gender dan seks adalah sebuah hal yang berbeda. Seks  adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Seks melekat secara fisik pada masing-masing jenis kelamin sebagai alat reproduksi. Sedangkan gender adalah perbedaan fungsi, peran, dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang merupakan hasil dari konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Kesetaraan gender adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki merupakan manusia yang merdeka dan memiliki kebebasann untuk mengembangkan kemampuan pribadi dan berhak menentukan pilihan hidupnya tanpa ada batasan dari pihak manapun. Salah satu isu yang sedang marak diperbincangkan adalah isu tentang ketidak setaraan gender. Bentuk ketidaksetaraan gender tersebut bisa terjadi dalam segala lingkup tatanan sosial, seperti pendidikan, keluarga, budaya, dan politik.

            Sebagai negara yang ikut serta dalam inovasi SGDs, pemerintah sudah mengatur kebijakan-kebijakan politik berupa Undang-Undang dan peraturan yang mengatur tentang kesetaraan gender. Seperti Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam pasal 48, menyebutkan bahwa Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan sesuai dengan syarat yang sudah ada. Sedangkan dalam pasal 60 ayat (1), disebutkan bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran dalam rangka mengembangakan dirinya sesuai minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya. Meskipun pemerintah sudah mengatur kebijakan tentang kesetaraan gender dalam bidang pendidikan dan sudah banyak masyarakat yang melek terhadap pentingnya pendidikan bagi setiap anak, terlepas dari jenis kelaminnya, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut tak jarang hanya terjadi di daerah perkotaan. Nyatanya, diskriminasi gender masih dialami oleh lapisan masyarakat tertentu. Masyarakat yang berasal dari daerah pedesaan maupun lapisan dengan ekonomi menengah ke bawah masih menganggap bahwa anak perempuan tidak memiliki hak dan tidak perlu mendapat bangku pendidikan. Tidak sedikit juga anak perempuan yang seharusnya masih sekolah terpaksa sudah harus bekerja. Bagi lapisan masyarakat yang masih kental akan budaya patriarki, mereka masih beranggapan bahwa yang perlu mendapatkan pendidikan hanyalah anak laki-laki karena laki-lakilah kelak yang akan mencari nafkah. Faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pendidikan bagi perempuan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu; faktor ekonomi, lingkungan, budaya, pola pikir serta sarana dan prasarana pendidikan yang minim di daerah-daerah terpencil.

            Demi tercapainya salah satu tujuan dari SGDs yaitu kesetaraan gender terutama di bidang pendidikan, mahasiswa dengan fungsinya dalam masyarakat hendaknya ikut serta dalam membantu meratakan kesetaraan gender dalam hal pendidikan agar seluruh lapisan masyarkat dapat mengenyam bangku pendidikan. Mahasiswa sebagai agent of change harus bergerak agar lapisan masyarakat yang masih merasakan diskriminasi pendidikan dapat berhenti. Salah satu caranya adalah dengan melakukan penyuluhan dan edukasi secara langsung ke lapisan masyarakat tersebut terhadap pentingnya pendidikan demi kualitas kehidupan mereka sendiri. Dengan meratanya pendidikan di Indonesia, maka kualitas masyarakatnya juga akan meningkat dan hal tersebut dapat menyejajarkan Indonesia dengan negara-negara maju lainnya.  

Daftar Pustaka

Incing, V., Hardiyanto, W. T., & Rusmiwari, S. (2015). Kesenjangan Gender (Perempuan) dalam Mendapatkan Pendidikan pada Masyarakat Pedesaan.  JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2(1).

Sumar, W. W. T. (2015). Implementasi kesetaraan gender dalam bidang pendidikan. Jurnal Musawa IAIN Palu, 7(1), 158-182.

Qomariah, D. N. (2019). Persepsi Masyarakat Mengenai Kesetaraan Gender Dalam Keluarga. Jendela PLS, 4(2), 52-58.

Nurroh, S. Y. A. M. P. A. D. Z. I. (2014). Point Review. Sustainable Development (SDGs) Period 2015-2016 Createwd by United Nations.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun