Mohon tunggu...
Dwi P Sugiarti
Dwi P Sugiarti Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang yang ingin tetap produktif menulis

Contact me : dwiewetensch@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyelamatkan Generasi dari Buta Aksara dan Literasi

14 Maret 2023   14:51 Diperbarui: 14 Maret 2023   14:53 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam  hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, angka buta aksara di Indonesia tinggal 1,56 persen atau 2,7 juta orang. Jumlah tersebut menurun, jika dibandingkan dengan data buta aksara tahun 2020 dengan angka buta aksara 1,71 persen atau sekitar 2,9 juta orang.

Dalam kaca mata statistik, angka 1,56 persen itu sangat kecil. Sebab itu berarti bahwa 98,047 persen penduduk Indonesia telah melek huruf. Namun coba kita lihat apa pengaruh angka tersebut.

Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Ristek, Jumeri menjelaskan, bahwa setidaknya ada 10 provinsi yang menyumbang paling tinggi angka buta aksara di Indonesia antara lain Papua, NTB, Sulbar, NTT, Sulsel, Kalbar, Jatim, Sultra, Jateng dan Papua Barat. Di sisi lain wilayah termiskin di Indonesia masih ditempati oleh Papua dan Papua Barat.

Dua data diatas menunjukkan adanya korelasi antara angka buta huruf dengan kemiskinan. Ya, tingginya angka buta huruf sejalan pula dengan angka kemiskinan wilayah tersebut. Faktor sosial budaya dan ekonomi menjadi penyebab masih tingginya angka buta huruf di negeri ini.

Namun ada hal lain yang ingin saya soroti. Di tengah tingginya angka buta huruf di wilayah-wilayah terpencil, kota-kota besar justru menampilkan potret rendahnya minat baca masyarakatnya. UNESCO menyebutkan Indonesia menempati urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Artinya minat bacanya sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001% yang berart dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang rajin membaca.

Padahal jika dilihat dalam riset sebuah Lembaga riset digital marketing, Emarketer pada 2018 lalu, memperkirakan jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia mencapai lebih dari 100 juta orang.  
Ironisnya, data wearesocial per Januari 2017 mengungkap orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari.

Kita tentu patut khawatir. Ditengah kemudahan akses memperoleh informasi nyatanya tak berkorelasi dengan kualitas literasi masyarakatnya.

Selamatkan Generasi dengan Budaya Membaca

Generasi muda adalah generasi penerus yang kelak akan mengisi masa depan negeri ini. Namun, bagaimana jadinya jika generasi hari ini justru tak banyak yang punya ketertarikan terhadap buku dan literasi. Jangan sampai kelak mereka mengisi dengan mimbar-mimbar kepemimpinan dalam berbagai bidang dengan pengetahuan dan pengalaman yang sedikit.

Salah satu hal yang menjadi faktor minimnya minta baca di negeri ini adalah membaca sejak dini dianggap penting. Keberadaan orang tua yang menganggap sepele urusan membacakan buku kepada buah hati adalah efek mengapa hati ini generasi kita tak suka baca buku. Ditambah lagi pemberian gadget dengan tanpa batasan telah mengalihkan keinginan anak terhadap buku.

Padahal membacakan buku pada anak pada tahun-tahun pertamanya berdampak besar bagi terhadap minatnya terhadap buku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun