Arema vs Persebaya yang awalnya dimulai pukul 20:00, dimajukan ke pukul 15:30. Alasannya tidak lain dan tidak bukan ialah faktor keamanan. Namun, amat disayangkan, saran tersebut ditolak mentah-mentah oleh PT LIB selaku yang punya hajat.Â
Senin, 26 September 2022 atas dasar masukan dari pihak kepolisian, panpel Arema FC meminta agar jadwal big match antaraMinggu, 2 Oktober 2022, 127 nyawa hilang setelah pertandingan "maut" antara Arema vs Persebaya. Mayat bergelimpangan memenuhi sudut-sudut ruang di salah satu rumah sakit. Berawal dari ketidakterimaan tuan rumah atas skor yang mengejutkan suporter tuan rumah, sekitar ribuan penonton tumpah ruah ke dalam lapangan.Â
Aparat keamanan yang kewalahan atas massa yang banyak, lantas mengeluarkan 'jalan pintas' dengan menyemprotkan gas air mata ke beberapa penjuru stadion. Tak ayal, banyak dari penonton yang mengalami sesak nafas akibat kejadian itu.Â
Lebih kacaunya lagi, entah kurang memahami atau bagaimana, pihak aparat dengan mudahnya membawa barang terlarang (gas air mata) ke dalam stadion.Â
Padahal sudah jelas, ketentuan di FIFA Stadium Safety and regulations pasal 19 huruf B menyebutkan, 'no firearms or "crowd control gas" shall be carried used'Â atau yang apabila diartikan ke Bahasa Indonesia menjadi "senjata api atau gas pengendali massa dilarang untuk digunakan".
Namun, yang lebih gokil, unik bin ajaibnya Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afinta menyatakan hal itu sudah tepat. "Mereka turun untuk tujuan mencari pemain dan pihak manajemen, kenapa bisa kalah. Sehingga terpaksa jajaran keamanan menembakkan gas air mata,".Â
Seyogyanya, pertandingan yang sarat akan rivalitas ini menjadi pusat perhatian dari pihak keamanan. 127 nyawa (hingga saat tulisan ini dibuat) tidak akan kembali. Bahkan dua diantaranya dari pihak keamanan itu sendiri.
Imbas dari kejadian tersebut, PT LIB menghentikan sementara kompetisi Liga 1 dan Ketua PSSI, Moh. Iriawan memutuskan agar Arema FC dilarang main di kandang hingga akhir musim 2022/2023.
Kejadian ini akan jadi pusat perhatian dunia. Kini, Indonesia menempati urutan kedua dari daftar kematian sepakbola sepanjang sejarah, mengalahkan Tragedi Hillsborough antara Liverpool vs Nottingham Forest di Semi Final FA Cup, 1989 dengan jumlah kematian 97 jiwa.Â
Di daftar urutan teratas ada  Tragedi Estadio Nacional Disaster  di pertandingan yang mempertemukan Peru vs Argentina di zona kualifikasi Olimpiade Tokyo tahun 1964 dengan total korban mencapai 329 jiwa.Â
'Jika sepakbola lebih mahal daripada nyawa, maka kami lebih memilih hidup tanpa sepakbola'. Â