Mohon tunggu...
dwina dolopo
dwina dolopo Mohon Tunggu... Guru

Move and Challenge Yourself

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Gerbang yang Tak Pernah Tertutup

13 Mei 2025   10:07 Diperbarui: 13 Mei 2025   10:07 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Alarm murotal surah Al-Adiyat membuat kesadaran Tora mulai pulih. Sambil memicingkan mata, tangannya mencari-cari keberadaan ponsel yang masih bersuara di dekat dia meringkuk. Sengaja dia memasang murotal tersebut agar kesadarannya perlahan pulih seperti semangat kuda perang yang berlari kencang. Dia ingin memulai hari ini seperti yg gambaran perjuangan di surah tersebut.


Langit pagi itu cerah, tapi hati Tora terasa mendung. Meski begitu dia tetap tersenyum optimis bahwa semua harus diperjuangkan. Di halaman sekolah, kursi-kursi plastik sudah tersusun rapi, dihiasi pita dan bunga-bunga kertas buatan OSIS. Panggung sederhana berdiri di tengah lapangan, tempat di mana mereka akan "dilepas secara resmi" sebagai siswa kelas dua belas. Tapi di hati Tora, perasaan itu tak sesederhana yang tampak---tak semudah kata "lulus" yang dicetak di spanduk besar di belakang panggung.


Tora memandangi gedung sekolahnya. Dindingnya sudah mulai kusam, tapi penuh cerita. Di lorong kelas itu dulu ia merenung, introspeksi diri karena nilai matematika merah. Di bawah pohon beringin itu, ia dan tiga sahabatnya berbagi cerita soal cinta pertama. Di lantai pojok baca paling belakang kelas XII Medical Science 1, ia pernah sering melepas penat dengan tidur di kasur tiup tipis yang sengaja bawa salah satu siswa untuk jeda. Untung guru-guru di sekolahnya paham ketika otak sudah mendidih sehingga butuh rehat sejenak. Tak jarang sering saling usil dengan teman-teman laki-laki di kelasnya membuat video aib, mengorok saat tertidur. Saling ejek dalam konteks tetap bercanda.


Hari ini, semua akan jadi kenangan.


"Aku belum siap pulang," bisik Tora lirih pada Darma, sahabatnya.
Darma menoleh dan tersenyum, "Ini bukan pulang, Tor. Ini pindah rumah. Dari rumah belajar ke rumah kehidupan."
Kata-kata itu menghentak hati Tora. Ia teringat ucapan Bu Ainun, guru biologi mereka, saat pembekalan kelulusan:
"Lulus itu bukan berarti selesai belajar. Justru setelah ini, kalian akan belajar lebih keras, tanpa buku panduan, tanpa kisi-kisi ujian. Tapi dengan satu bekal: nilai-nilai hidup yang kalian pupuk selama di sekolah."


Dan memang benar. SMA telah mengajarinya lebih dari sekadar rumus dan definisi. SMA mengajarkan arti setia kawan, belajar dari kegagalan, dan berdiri ketika jatuh. Di sinilah ia tumbuh, bukan hanya sebagai siswa, tapi sebagai manusia.
Ketika nama Tora dipanggil untuk menerima ijazah, langkahnya terasa berat---bukan karena takut, tapi karena tahu, pintu masa lalu akan tertutup perlahan. Namun di saat bersamaan, pintu lain terbuka lebar. Dia hanya butuh melangkah untuk berjuang dengan kesabaran dan keuletan.


Tora menatap guru-gurunya yang berdiri tersenyum. Ia tahu, mereka tak sekadar mengajarkan pelajaran, tapi menanamkan kekuatan. Dan ia tahu, meski akan meninggalkan sekolah ini, jejaknya akan selalu tertinggal di sana.


Karena ternyata, lulus bukan tentang meninggalkan. Tapi tentang membawa pulang pelajaran hidup dan bersiap membagikannya pada dunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun