Mohon tunggu...
Dwigth Manoppo
Dwigth Manoppo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Semut dan Kopika

3 Mei 2018   07:02 Diperbarui: 3 Mei 2018   12:56 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Lagi musim Gerimis. Hujan yang terlihat tak lebih seperti butiran-butiran kristal yg jatuh.

di kota ini, kota dengan sebuah kanal yg dibangun selama tiga priode. Namun Gerimis saja mampu membuat membuat air tergenang hingga ke mata kaki orang dewasa. Tapi setidaknya banjir di Kota ini tak separah ibunya. Jakarta.

Udara di pagi hari ketika "Musim Gerimis" lebih segar dari biasanya. Mungkin karna suhunya yg rendah. Saking Segarnya, seorg pemadat sepertikupun tak tega mengepulkan asap tembakau di pagi ini. Meskipun memang rasa asam dimulutku semakin penuh.

Ditemani segelas kopi ku putuskan menemani sang pagi menuju kedewasaanya (siang). Tak di sangka terlalu lama terdiam, kopikupun mulai digerogoti semut hitam. Yah, semut ramah dan gesit yg hanya memburu rasa manis. Mereka terlalu banyak untuk dihitung, dan mereka terlalu aktiv untuk sedar dikenal.

Para semut masuk kedalam gelas. Melewati sisi gelas, para semut berusaha mencapai permukaan kopi. Banyak yg berhasil mencapainya. Namun banyak pula yg jatuh dan tenggelam. Diantara yg lain bahkan ada yg berusaha mencapai sisi gelas sebelum tenggelam, namun hangatnya kopi membuat usaha mereka sia-sia.

Ku lihat mereka layaknya manusia yg tengah berbondong-bondong berjuang mencoba menikmati dunia ini, dimana yg gagal harus berakhir layaknya semut di dalam kopi. Semut ini tak ubahnya para kader Partai politik negeri ini. Dengan perjuangan menggebu, mereka mencoba mencicipi manisnya kursi-kursi pesakitan rakyat. Ada yg berhasil ada pula yg tenggelam. Dan tanpa saling menolong.

Semakin kenyang dengan kopinya, membuat perutnya semakin membesar dan memaksakannya jatuh dari sisi gelas. Semakin lama ia berada di Kursi singgahsana maka semakin lama itu pula polularitas dan kuasa dirinya membunuhnya.

tak heran, banyak polikus yg makin besar, tapi akhirnya jatuh dalam genangan kopi. Dan mati. berbagai macam kopi, ada yg jatuh di Kopika (KPK) ada pula yg Bopika (BPK).

sadarku kopinya sudah mulai banyak dipenuhi jasad semut. Sembil tertawa kecil ku putuskan meneguk habis kopi bersemut itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun