Mohon tunggu...
Puisi

Pelukan dan Batas Rindu

2 April 2019   01:00 Diperbarui: 2 April 2019   12:09 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku mencatatkan tulisan dalam torehan yang mendiami suatu rasa, ya dialah yang bernama cinta. Dia yang mengukir sejarah dalam kehidupan-kehidupan setiap insan, dia bisa mengubah hati menjadi lembut, dan dia juga bisa mengubah sifat menjadi egois. Catatanku kali ini berisi pikiran naif seorang pujangga, dimana aku sedang merindukan cinta ter-kasih yang pernah singgah dan merangkul setiap isi yang terkandung dalam cerita telenovela. 

Sebelum aku mengenal cinta tersebut, aku selalu berusaha mendeskripsikan kata per kata, bagian per bagian, menilik cerita dan usaha dari berbagai media hidup seperti langit dan senja. Setelah mengenal dan mengalami fase 'aku jatuh cinta', ternyata aku bodoh. Dia tak terdefinisikan. --Aku bersandar lelah, kau mengelap keringatku yang basah. Aku bercerita, kau malah melirikku dengan dalam dan penuh rasa. Aku membedah hatimu, kau malah berkata ingin memberiku seluruh hidupmu.

Aku kalah,
terlalu banyak alasan untuk aku agar tidak menolak mengerti arti cinta itu sendiri. Dimulai dari dirimu hadir, bertegur sapa dan mencoba menyempurnakan kisah dengan cara memeluk hati yang dipenuhi rasa. Suka, duka, ceria, tangis ataupun bahagia kita lalui dalam sebuah romansa senja. Dibawah langit yang sama, diwarna yang sama, menghias cerita dan berjanji untuk setia bersama. Dengan pikiran kolot kita, kita mulai menggenggam bulir-bulir debu dan melemparkannya sebagai langkah untuk menuju sebuah pencapaian suatu asmara. Lucunya jika kuingat, ternyata aku adalah laki-laki kaku dan gagu. Mengucap "aku ingin cinta sederhana darimu" dengan terbata, kamu malah tertawa. Sampai saat itu aku tak tau bahwa cintaku tak berbalas. Aku tak sempat bertanya.

Apa cinta memang butuh waktu diungkapkan?
Atau, cinta hanya butuh peluang agar bisa disematkan?
Bagian mana yang tak aku mengerti?
Aku turut merasakan bagaimana aku tersentuh dengan rasa-nya (kamu) dari hati. Mendengar detak-debar saat aku tahu aku sedang memikirkanmu. Mengucap gelisah dan berkeluh kesah terhadap waktu hanya agar aku melihatmu dengan cara bertemu. Dan aku tegas, aku tidak butuh bayangan semu. Aku hanya butuh kamu, cukup kamu dan sedikit rindu dibalik hatimu.

Itulah pikiranku, naif bukan?
Kenyataannya aku sadar kamu malah pergi perlahan, mengendarai angan dalam perjalanan menuju kota asing dan tak menoleh kebelakang. Dan aku menjadi melankolis hanya untuk mengucap tanya "apa kabar?". Kamu tidak lagi berada dalam genggamanku, kamu berlalu diantara jarak sendu meninggalkan ku tanpa aba-aba terlebih dahulu. Semua terjadi ketika aku tidak siap membatasi hari dengan rindu. Dan lagi, aku kehilangan kata untuk mendeskripsikan cinta karena bertolak belakang dengan yang namanya "luka".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun