Mohon tunggu...
R Andika Putra Dwijayanto
R Andika Putra Dwijayanto Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Peneliti Fisika dan Teknologi Keselamatan Reaktor

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kritik Atas Pernyataan Walhi tentang PLTN

29 Agustus 2019   13:38 Diperbarui: 29 Agustus 2019   13:53 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kedua, terkait limbah. Di sini, saya satu suara dengan Michael Shellenberger, pendiri Environmental Progress, LSM lingkungan berbasis di California yang merupakan anomali; Environmental Progress pro-nuklir. Satu suara soal apa? Bahwa limbah nuklir adalah limbah terbaik. Kenapa disebut limbah terbaik? Karena (1) Volumenya kecil, (2) Teknologi pengelolaannya sudah ada dan terbukti, dan (3) Sebagian besar bisa digunakan kembali.

Keunggulan utama energi nuklir adalah kandungan energinya yang sangat tinggi. Tiap kg uranium mengandung energi potensial sebesar 80 juta megajoule. Jutaan kali lebih tinggi daripada batubara (20-35 MJ/kg) dan gas alam (37 MJ/m3). Artinya, per satuan energi dibangkitkan, limbah yang dihasilkan sangat sedikit. Jika seseorang memenuhi kebutuhan energi seumur hidup hanya dengan nuklir, maka limbah nuklir yang dihasilkan hanya setara dengan sekaleng minuman bersoda!

Seandainya, hypothetically, Indonesia memanfaatkan energi nuklir untuk seluruh kebutuhan listrik dengan standar tahun 2050, mengasumsikan teknologi reaktor nuklir Generasi III, pada tahun 2100, volume limbahnya hanya memakan 9% lahan Kawasan Puspiptek Serpong. Dengan volume sekecil itu, apakah sulit mencari lahan seluas Kawasan Puspiptek untuk digali dan digunakan untuk mengubur limbah radioaktif?

Jika dikatakan bahwa limbah radioaktif itu lebih berbahaya daripada limbah biasa, maka ketahuilah bahwa limbah radioaktif hanya berpotensi bahaya selagi kadar radioaktivitasnya di atas radioaktivitas alam, maksimal mungkin 300 ribu tahun. Limbah industri lain? Limbah batubara? Limbah panel surya? Berbahaya selamanya. Let that sink for a moment.

Teknologi pengelolaan limbah pun sudah ada dan cukup memadai. Bahkan alam sudah menunjukkan caranya dengan sangat baik melalui reaktor alam di Oklo, Gabon.

Ratusan juta tahun lalu, terbentuk sebuah reaktor nuklir alami di Oklo, sebagai hasil dari adanya uranium alam dan aliran air. Uranium mengalami reaksi fisi sebagaimana reaktor nuklir pada umumnya, dan tentu saja menghasilkan limbah radioaktif. Jutaan tahun kemudian, reaksi fisi nuklir tersebut berhenti, menyisakan produk fisi dan deret aktinida termasuk elemen transuranium. Tidak terjamah oleh makhluk hidup sama sekali.

Ke mana limbahnya?

Tidak kemana-mana. Limbahnya hanya bergeser kurang lebih tiga meter dari posisi aslinya. Padahal itu di permukaan bumi. Apalagi di bawah tanah, yang lingkungannya jauh lebih statis daripada permukaan.

Siapapun yang mengatakan tidak ada cara untuk mengelola limbah nuklir, maka hakikatnya dia tidak tahu apa-apa.

Limbah nuklir yang sering disebut-sebut itu sebenarnya adalah bahan bakar bekas, yang mana sekalipun disebut bekas, tetapi 95% isinya masih bisa dimanfaatkan di masa depan. Saat ini, Indonesia memang masih menggunakan siklus daur bahan bakar terbuka. 

Tetapi jika teknologi reaktor pembiak sudah komersial, siklus daur bahan bakar tertutup bisa diaplikasikan dan 95% bahan bakar sisa tersebut bisa dibakar sampai habis. Volume limbah nuklir pun berkurang drastis, dari 30 ton per GW-tahun menjadi 1 ton per GW-tahun. Dengan asumsi sama seperti sebelumnya, Indonesia hanya perlu menyiapkan lahan kurang dari Gedung Istora Senayan untuk menyimpan limbahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun