Mohon tunggu...
Dwi Alviani
Dwi Alviani Mohon Tunggu... Mahasiswi Bimbingan dan Konseling Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

saya suka Gojo

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ketika Anak Lebih Nyaman Curhat ke AI daripada ke Orang Tuanya: Tanda Bahaya yang Tak Boleh Diabaikan

18 Juni 2025   15:42 Diperbarui: 18 Juni 2025   15:41 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Coba bayangkan ini...

Suatu malam, anak Anda tampak sedang berbincang serius. Anda pikir dia sedang menelepon teman dekatnya, atau mungkin video call dengan saudara jauh. Tapi ketika Anda lihat lebih dekat, ternyata dia sedang berkomunikasi dengan Ai. Sebuah asisten virtual tanpa emosi, tanpa ikatan darah, tanpa pelukan hangat. Bercerita tentang kesepiannya, ketakutannya, bahkan cita-cita terbesarnya bukan kepada Anda sebagai orang tua, melainkan kepada program yang tidak memiliki hati.

Mungkin terdengar seperti hal sepele. Tapi mari kita tanyakan pada diri sendiri:

Mengapa anak lebih memilih terbuka kepada AI daripada kepada orang tuanya sendiri?

Pertanyaan ini bukan sekadar tentang teknologi, tetapi tentang sesuatu yang lebih dalam tentang ikatan emosional yang mungkin mulai terputus, tentang ruang bicara yang tertutup rapat di dalam rumah, dan tentang kerinduan anak akan seseorang yang mau mendengarkan tanpa menghakimi.

Apakah Kita Sudah Benar-Benar Menjadi Rumah Bagi Anak Kita?

Seringkali, orang tua merasa sudah cukup hadir dalam kehidupan anak: menyediakan makanan, membayar sekolah, memberi baju terbaik. Tapi apakah kehadiran itu juga menyentuh sisi emosional anak? Apakah cinta yang diberikan orang tua benar-benar dirasakan oleh anak sebagai kasih yang menyembuhkan dan bukan tekanan yang menyesakkan?

Kita mungkin merasa sudah "berkomunikasi" dengan anak karena sering bertanya:
"Kamu udah belajar?"

"Jangan main HP terus."

"Kalau kamu punya masalah, ngomong ya."

Tapi yang luput kita sadari, adalah bagaimana kita mengatakan itu. Apakah anak merasa aman untuk bicara? Apakah mereka merasa diterima atau justru diadili?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun