Mohon tunggu...
Dwi Rahayu
Dwi Rahayu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kala Narkoba Jadi Idola

7 Maret 2018   13:32 Diperbarui: 7 Maret 2018   13:46 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Artis adalah publik figure yang paling banyak disorot setelah para penguasa dan pejabat. Mereka menjadi idola para remaja yang sedang mencari jati diri. Tak ayal setiap hal yang berhubungan dengan artis akan menjadi magnet pagi para remaja untuk mengikuti. Baik dari sisi penampilan fisik maupun tingkah laku. Namun disayangkan, dunia artis penuh dengan tipu daya. Tertangkapnya sejumlah artis terkait narkoba menambah daftar panjang jajaran artis yang terjaring Razia oleh BNN ( Badan Narkotika Nasional) karena kasus narkoba. 

Sebelumnya ada putra Raja Dangdut Roma Irama (Ridlo Roma) disusul Roro Fitria dan Fahri Albar pada 14 Februari lalu. Seolah belum cukup dunia keartisan diguncang, pada 16 Februari lalu tertangkap pula putri Ratu dangdut Elvi sukaesih, Dhawiya di kediamannya Cawang Jakarta Timur beserta barang bukti narkotika jenis sabu seberat 0,45 dan 0,49 gram lengkap dengan alat hisap bekas pakai.

Dari tertangkapnya artis tersebut melengkapi jumlah artis yang terlibat narkoba menjadi 28 orang. Itu artinya masih ada 72 artis lagi yang disinyalir terlibat dengan narkoba dan menjadi incaran aparat. Berdasarkan data pada tahun 2009, Siswandi mengatakan ada 100 orang terlibat dari dunia hiburan, dan baru tertangkap 28 orang sampai saat ini (vivanews.com). 

Bahkan Kepala BNN DKI Jakarta Brigadir Jenderal Pol Johny P Latupeirissa mengatakan ada 133 kawasan di Jakarta yang termasuk daerah rawan narkoba, salah satunya adalah tempat hiburan malam atau diskotek (Kompas.com). Masih menurut Johny,  ada beberapa jenis narkoba yang banyak digunakan di Jakarta, diantaranya jenis sabu, ekstasi, dan ganja. Sementara ganja adalah jenis yang paling banyak digunakan pelajar, mahasiswa, dan pekerja.

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat berbahaya. Di Indonesia, narkoba dikenal juga dengan istilah NAPZA ( Narkotika Psikotropika dan Zat adiktif). Istilah ini adalah senyawa yang memiliki resiko ketergantungan terhadap penggunanya, disamping dapat menimbulkan dampak psikologis hilangnya akal. Narkoba dapat dikonsumsi dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dll. 

Berdasarkan efek yang ditimbulkan terhadap pemakainya, narkoba dapat dikelompokkan kedalam beberapa golongan diantaranya: 1. halusinogen (efek halusinasi bagi pengguna) 2. stimulant (menyebabkan kerja organ tubuh seperti otak dan jantung lebih cepat dari biasanya sehingga timbul rasa senang) 3. depresan (menekan system saraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsiaonal tubuh sehingga pemakai tenang dan tertidur sampai tidak sadarkan diri) dan 5. adiktif (menimbulkan kecanduan). www.wikipedia.org. sedangkan jenis narkoba sendiri jumlahnya sangat banyak. Diantaranya: Heroin, ganja, opium, kokain, nikotin, alcohol, LSD, amfetamin, dll.  

Indonesia dinyatakan darurat narkoba sejak tahun 1971 oleh Presiden RI ke-2 Soeharto. Sampai saat inipun masih dinyatakan darurat narkoba. Artinya sejak tahun 1971 hingga saat ini tidak ada perubahan yang nyata terkait hal ini (kompas.com). Bahkan jika kita amati, kasus narkoba semakin memprihatinkan. 

Ditangkapnya kapal nelayan yang mengangkut 1,6 ton narkoba menunjukkan bahwa peredaran narkoba di Indonesia sudah kian menggurita. Sasaran peredaran narkoba tidak hanya di kalangan orang tua atau remaja saja, namun sudah merambah ke anak-anak melalui jajanan atau makanan ringan. Sanki yang terlewat ringan bagi pemakai, pengedar dan produsen menjadi salah satu sebab makin maraknya bisnis ini. Sekali lagi, bahwa narkoba merupakan bisnis yang sangat menjanjikan.

Kapitalisme-sekuler menjadi sarana pertumbuhan bisnis narkoba yang kian melambung. Pandangan bahwa dunia adalah tempat untuk bersenang-senang dan mencari kenikmatan, dengan terpenuhinya kebutuhan jasmani, kian menumbuhsuburkan paham hedonis dan permisif (serba boleh). Allah tidak diperkenankan untuk ikut campur dalam urusan duniawi.  

Masyarakat dijajah dengan paham liberal yang hanya memburu kesenangan dan kepuasan, tanpa memperhatikan halal haram. Diperparah lagi dengan sistem hukum yang tidak menganggap para pecandu sebagai tindak kriminal tetapi justru diperlakukan seperti orang yang sakit. Kepala BNN Gores Mere mengatakan: "pecandu narkoba seperti orang yang terkena penyakit, mereka harus diobati. 

Tetapi mengguunakan cara khusus." (kompas.com/2012). Dilain sisi, sanksi hukum bagi bandar narkoba terlalu lunak. Vonis hukuman mati, alih-alih diterapkan untuk memberikan efek jera justru dibatalkan oleh MA dan diberikan grasi oleh presiden. Bahkan beberapa kasus masih bisa melakukan transaksi dan mengendalikan bisnis narkoba ini dari penjara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun