Mohon tunggu...
Dwi Rahayu
Dwi Rahayu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Menyingkap Tabir di Balik Impor Beras

22 Januari 2018   10:01 Diperbarui: 22 Januari 2018   10:28 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Imporberas-agroindo.co.id)

Indonesia adalah negara subur. Sampai ada yang mengatakan "tongkat dan batu jadi tanaman". Ada benarnya  sih, mengingat sebagian besar lahan di Indoneisa adalah hutan dan lahan pertanian. 

Indoneisa juga disebut sebagai negara agraris, karena mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Bahkan menurut data (data pemerintah lo ya), Indonesia surplus beras. 

Kementrian pertanian mengklaim bahwa kita (Indonesia) surplus 329.000 ton beras per Januari 2018. Sementara perkiraan Februari kita akan mengalami panen raya. Itu artinya untuk stok pangan kita untuk tahun ini tidak mengalami kendala dan tidak akan mengalami kekurangan. Lalu untuk apa pemerintah impor beras? Dan kabarnya, beras yang diimpor jumlahnya tidak sedikit loh! 500.000 ton! Wow, luar biasa bukan?

Jika sebentar lagi kita akan panen raya, dan beras kita tahun lalu masih surplus segitu banyaknya, masih perlukah pemerintah memaksakan diri untuk mengimpor beras? Padahal menurut data tahun 2017 impor beras kita sudah menurun hanya 256.000  ton dari yang sebelumnya 1,2 juta ton tahun 2016. Ini artinya ada kemajuan lebih baik dari hasil petani. 

Dan harusnya tahun ini sudah tidak impor lagi mengingat kita sudah surplus dan akan panen raya. Ini adalah pembodohan yang nyata. Petani seakan tidak ada harganya. Disaat panen justru pemerintah impor. Okelah, impor ini nantinya tidak akan dijual paa khalayak umum, tetapi akan dijadikan beras premium yang akan dibeli oleh kalangan tertentu saja. 

Apa tidak kasihan tuh pada petani local? Bukankah seharusnya kita berdayakan petani sendiri dan jika ada keuntungan itu juga untuk rakyatnya sendiri? Sepertinya perlu main logika disini.

Misalkan dari hasil impor tersebut pemerintah mengambil untuk 500 rupiah per kilogram. Kira-kira berapa untung yang akan diperoleh pemerintah? Berarti 500 x 500.000 ton, ketemu 250 milyar! Wow, fantastis bukan? Bagaiman jika untung yang diambil lebih dari itu, 1000 atau 2000 rupiah per kilogramnya. Bisa dibayangkan?

Jika sudah menyangkut untung rugi, maka jangan heran jika apapun akan ditempuh termasuk jika harus mengorbankan rakyat sendiri. Toh hal ini bukan yang pertama. Mulai dari iimpor daging, impor bawang merah, kedelai, dll. 

Dan semuanya sarat akan kepentingan. Jadi, dimana letak masalahnya? "kapitalisme!" ya, kapitalisme yang dianut oleh bangsa ini sudah menjadi momok bagi rakyat. Pasalnya segala hal akan dinilai dari kacamata uang. Sistem kapitalisme membebaskan semua pemilik modal untuk menguasai segala bidang, termasuk pangan. Untuk itu, kita perlu solusi yang tuntas dalam menyelesaikan setiap persoalan di negeri ini termasuk masalah impor.

Solusi satu-satunya yang dapat menyelamatkan rakyat adalah dengan kembali kepada hukum Islam. Hukum yang dibuat oleh pencipta manusia dan alam semesta. Karena dalam Islam, pemerintah wajib melayani umat. Kemakmuran rakyat menjadi tanggung jawab pemerintah. 

Sebagaimana dicontohkan pada masa Khalifah Umar bin khathab. Beliau rela memanggul gandum sendiri dan memasak dengan tangannya sendiri demi seorang janda miskin yang tidak memiliki apapun untuk dimakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun