Mohon tunggu...
Dwi Elyono
Dwi Elyono Mohon Tunggu... Freelancer - Penerjemah

Suka menjaga Lawu Email: dwi.elyono@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kartolo Cs, "Ngglethek", Bungkus

2 Februari 2022   00:50 Diperbarui: 2 Februari 2022   01:17 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nothing gold can stay

Nothing Gold Can Stay --- Tidak Ada Emas Yang Awet. Judul ini paradoks: emas kok tidak awet.

Nature's first green is gold, --- Hijau pertama nya alam adalah emas. Tumbuhan pertama di alam semesta berawal dari kuncup daun, yang berwarna kuning keemasan. Semua tumbuhan berawal dari kuncup daun.

Her hardest hue to hold. -- Warnanya yang paling sulit untuk dipertahankan. Kuncup daun, yang berwarna kuning keemasan ini, adalah fase yang paling singkat. Dalam sekejap kuncup daun menua menjadi hijau daun.

Her early leaf's a flower; - Daun pertamanya adalah sebuah bunga. Sejatinya tumbuhan berawal dari bunga. Bunga menjadi buah. Bijinya tumbuh menjadi benih, yang akhirnya menjadi pohon.

But only so an hour. -- Tapi dalam keadaan demikian hanya se jam. Namun, bunga singkat sekali umurnya. Sekalipun indah, dalam sekejap ia layu, kering dan rontok.

Then leaf subsides to leaf. -- Kemudian daun turun menjadi daun. Kuncup daun menjadi pohon. Pohon berbunga. Bunga menjadi buah. Bijinya menjadi benih, yang berkuncup. Dari daun menjadi daun.

 

So Eden sank to grief, - Maka Taman Eden jatuh dalam kesedihan. Kisah Eden dalam sekejap menjadi kisah bumi.

So dawn goes down to day. -- Maka pagi turun menjadi siang. Pagi yang sejuk, indah, dan penuh semangat dalam sekejap menjadi siang yang panas, terik dan melelahkan.

Nothing gold can stay -- Tidak ada emas yang awet. Seindah-indahnya sesuatu akhirnya hanya menjadi bungkus. Yang ada hanyalah hakikat dari sesuatu itu.

Apa hakikat?

Ngawi -- 2 Februari 2022, lereng Lawu

Salam buat Mas Achmad Saifullah Syahid

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun