Mohon tunggu...
Dwi Elyono
Dwi Elyono Mohon Tunggu... Freelancer - Penerjemah

Suka menjaga Lawu Email: dwi.elyono@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Malioboro Ada di Madiun

18 April 2020   17:05 Diperbarui: 19 April 2020   02:40 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengapa Jl. Cokroaminoto? Karena di jalan ini ada sebuah kelenteng besar yang berarsitektur menarik. Juga berderet warung-warung makan, yang salah satunya adalah Depot Nasi Pecel 99 yang sangat terkenal, yang sering dikunjungi para pejabat, termasuk beberapa menteri. Bahkan Presiden SBY pernah dua kali berkunjung ke warung Sego Pecel Madiun yang legendaris tersebut. Sebagian wilayah Jl. Cokroaminoto adalah bagian dari Pecinan (Kota Tionghoa) di Madiun.

Di ujung selatan Jl. Cokroaminoto ada Pasar Sleko, salah satu pasar terkenal di Madiun. Trotoar sisi timur di Jl. Cokroaminoto bisa direvitalisasi mengingat Kelenteng dan warung-warung kuliner ada di timur jalan. Dengan me-malioboro-kan Jl. Cokroaminoto, kita bisa menonjolkan wisata religi, budaya, kuliner, dan belanja di wilayah ini.

Mengapa Jl. Kolonel Mahardi? Karena di wilayah inilah Alun-Alun Madiun berada. Di sini juga ada kratonnya Madiun, yaitu Pendopo Kabupaten Madiun. Ibaratnya Stasiun Madiun itu Stasiun Tugu Jogja dan Jl. Pahlawan Madiun itu Jl. Malioboro Jogja, maka Pendopo Madiun itu Kraton Jogja. Di ujung barat Jl. Kolonel Mahardi ada Taman Bantaran Kali Madiun. Di utara taman ini ada sirkuit balap motor. Seperti di semua alun-alun di Indonesia, di sisi barat Alun-Alun Madiun berdiri Masjid Jami Madiun, yang walaupun sudah direnovasi menjadi masjid modern, bagian kunonya, yang ada di sisi barat, tetap dilestarikan. Dalam bagian kuno ini, kita bisa menyaksikan kontsruksi tiang dan polangan kayu jatinya yang indah malang melintang.

Di sepanjang Jl. Kol. Mahardi kita juga bisa berbelanja di toko-tokonya yang berjajar dari Taman Bantaran Kali sampai perempatan Tugu. Trotoar sisi utara di Jl. Kolonel Mahardi bisa direvitalisasi, karena Alun-Alun Madiun, Masjid Jami, dan objek-objek menarik lainnya berada di utara jalan. Pe-malioboro-an Jl. Kolonel Mahardi memperkuat wisata budaya, religi, dan belanja yang ada di wilayah tersebut.

Di setiap wilayah yang direvitalisasi, perlu dibangun sebuah 'square' atau 'plaza' / taman / tempat terbuka yang menjadi pusat keindahan wilayah dan tempat pengunjung bersantai dan menikmati keindahan kota.

Di wilayah Malioboro Jogja, salah satu plazanya adalah Plaza Titik Nol di depan Benteng Vredeburg. Satu plaza telah dibangun oleh pemerintah Kota Madiun, yaitu plaza di depan Balai Kota di Jl. Pahlawan. Sebuah plaza lagi akan dibangun oleh pemerintah Kota Madiun di samping Mal Matahari, juga di Jl. Pahlawan. Idealnya, sesuai dengan yang saya konsepkan di atas, plaza-plaza lainnya perlu dibangun persis di depan Stasiun Madiun (untuk wilayah Stasiun Madiun), di depan kompleks bungker Belanda (untuk wilayah Jl. Diponegoro), di pertigaan depan Pasar Sepor dan Polresta Madiun (untuk wilayah Jl Pahlawan utara), dan di perempatan Tugu.

Di wilayah Jl. Kolonel Mahardi, karena sudah ada dua plaza besar, yaitu Alun-Alun Madiun dan Taman Bantaran Kali Madiun, tentu saja tidak perlu dibangun plaza lagi di situ. Cukup Alun-Alun dan Taman Bantaran Kali itu saja yang ditata-ulang dan dipercantik.

Lebar trotoar di Jl. Malioboro Jogja adalah 6 meter. Lebar trotoar yang telah direvitalisasi di wilayah Balai Kota Madiun adalah 4,5 meter. Alangkah lebih bagusnya apabila, untuk revitalisasi lanjutan, lebar trotoarnya bisa disamakan dengan lebar trotoar Malioboro, yaitu 6 meter. Wisata jalan kaki yang berkualitas membutuhkan kenyamanan prima. Trotoar yang benar-benar lebar adalah salah satu kunci bagi kenyamanan berjalan kaki.

Kios-kios kecil untuk menjual makanan dan minuman ringan dan souvenir bisa ditempatkan di beberapa titik strategis. Bentuk, jumlah, dan lokasi kios harus dirancang sedemikian rupa sehingga keberadaannya bisa memenuhi kebutuhan pengunjung sekaligus mempercantik trotoar yang direvitalisasi. Kios-kios yang ada di sekeliling Alun-Alun Madiun sekarang terkesan tidak terkonsep dengan baik. Kios-kios yang terlihat berjubel tersebut justru mengurangi keindahan Alun-Alun -- justru membuat Alun-Alun menjadi seperti pasar, bukan taman utama kota.

Tempat parkir utama bisa dibangun di sekitar Taman Bantaran Kali Madiun dan Sirkuit Balap. Pengunjung setelah memarkirkan kendaraannya di sini, bisa berjalan kaki dari ujung barat Jl. Kolonel Mahardi atau langsung menelusuri perkampungan kuno di sekitar Pendopo Kabupaten Madiun, tembus ke Alun-Alun Madiun. (Di perkampungan kuno tersebut, kita bisa menikmati Dawet Suronatan yang terkenal itu, Tahu Telur Panggung Pojok Alun-Alun, dan Gado-Gado Gang Masjid.) Jadi pengunjung yang naik kereta, bisa memulai wisata jalan kaki dari ujung utara, dari Stasiun Madiun. Pengunjung yang naik kendaraan, bisa mulai menelusuri kota dari ujung selatan-barat, dari tempat parkir utama di wilayah Bantaran Kali.

Seandainya Bapak Maidi meneruskan revitalisasi trotoar dari wilayah Jl. Pahlawan sampai ke pusat kuliner Jl. Diponegoro, wilayah belanja Jl. Panglima Sudirman Pasar Besar, wilayah Pecinan Jl. Cokroaminoto, dan wilayah Alun-Alun Jl. Kolonel Mahardi, Kota Madiun akan menjadi surga baru bagi pejalan kaki, melengkapi surga-surga pejalan kaki yang telah ada, seperti kawasan Malioboro di Jogja dan Tunjungan di Surabaya.

Selamat bekerja, Pak Maidi. Salam dari seorang warga Ngawi yang menyukai arsitektur dan tata kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun