Mohon tunggu...
Dwi Eka Adhariani
Dwi Eka Adhariani Mohon Tunggu... Penulis - Universitas PTIQ

Pendidikan Anak Usia Dini

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Karakteristik Keagamaan Anak Usia Dini: Antropomorfis

30 November 2024   11:29 Diperbarui: 30 November 2024   11:29 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagai makluk ciptaan Tuhan sebenarnya potensi agama sudah ada pada setiap manusia sejak ia dilahirkan. Potensi ini merupakan dorongan untuk mengabdi pada sang pencipta. Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal dengan hidayat al diniyat (baca: hidayatudiniyah), berupa benih-benih keberagamaan yang dianugerahkan kepada manusia. Dengan adanya potensi bawaan ini manusia pada hakikatnya merupakan makhluk beragama. Konsep ajaran Islam menegaskan bahwa pada hakikatnya penciptaan jin dan manusia adalah untuk menjadi pengabdi yang setia kepada penciptanya (Qur'an Surah (Q.S) az-Zaariyat/51:56). Dalam Al-Qur'an, sebenarnya sebelum manusia dilahirkan telah mengadakan 'transaksi' atau perjanjian yaitu mengakui keesaan Tuhan (Q.S al-A'raaf/7:172). Pada ayat ini, memberi gambaran bahwa setiap anak yang lahir telah membawa potensi keimanan terhadap Allah SWT atau disebut dengan tauhid. Sedangkan potensi bawaan yang lain misalnya potensi fisik dan intelegensi atau kecerdasan akal dengan segala kemungkinan dan keterbatasannya. 

Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan beragama, jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Semua pengalaman yang dilalui oleh anak sewaktu kecil, merupakan unsur penting dalam membentuk pribadi. Sikap si anak terhadap agama dibentuk pertama kali di rumah melalui pengalaman yang didapatnya dengan orang tuanya, kemudian disempurnakan atau diperbaiki oleh guru di sekolah, terutama oleh guru yang disayanginya. Kalau kita menginginkan agar agama mempunyai arti pada anak, agama hendaklah disajikan dengan cara yang sesuai dengan anak, yaitu dengan cara yang lebih dekat kepada kehidupannya sehari-hari dan lebih konkret. 

Selain dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya, kehidupan beragama pada masa kanak-kanak juga banyak dipengaruhi oleh perkembangan kognisinya. Pada masa ini anak memahami segala sesuatu yang abstrak akan diinterpretasikan secara konkret. Misalnya pengertian kasih sayang akan dipahami sebagai pemberian hadiah ulang tahun. Hal ini juga berpengaruh pada kehidupan beragama mereka. Anak-anak memahami konsep abstrak dalam agama sebagai suatu bentuk yang konkret. Anak-anak memahami konsep supranatural dalam agama (misalnya Tuhan, surga, neraka, malaikat, dan sebagainya) sebagai suatu bentuk konkret seperti yang ada dalam kehidupan sehari-hari. 

Oleh karena itu tidak heran jika ada seorang anak yang menggambarkan surga seperti sebuah supermarket, di mana anak-anak dapat memperoleh es krim, chiki atau permen karet yang mereka senangi. Ketika seorang anak mendapat pelajaran bahwa surga itu di bawah telapak kaki ibu, maka ia segera pulang dan meminta ibunya tiduran supaya dia bisa melihat surga di bawah telapak kaki ibunya.

Berkaitan dengan perkembangan kognisi, masa kanak-kanak adalah masa yang penuh dengan imajinasi. Anak-anak sangat senang cerita-cerita fantasi, terutama yang bersifat magical. Mereka senang sekali mendengar kisah-kisah keagamaan yang mengandung unsur supranatural. Misalnya cerita tentang bidadari dan taman surga yang penuh dengan aneka kenikmatan, cerita tentang kehebatan Nabi Musa yang tongkatnya bisa menjadi ular dan dapat membelah Laut Merah.

Ajaran agama sering tampil dengan ungkapan yang abstrak. Salah satu contohnya adalah ungkapan "Tuhan itu satu, dekat dan berada di mana-mana". Bagi anak-anak, khususnya yang berusia di bawah 10 tahun, pengertian dekat tanpa adanya wujud konkret cukup menyulitkan untuk dipahami. Anak-anak mengartikan dekat adalah sesuatu yang terjangkau oleh indra mereka. Begitu pula dengan ungkapan satu dan berada di mana-mana, anak-anak akan bingung karena tidak mampu membayangkan sesuatu yang satu tapi ada di mana-mana. Dalam konsep anak, satu berarti berada di suatu tempat dan tidak berada di tempat lain.

Dalam fase-fase perkembangannya anak usia dini sangat penting menanamkan nilai-nilai keagamaan. Namun, masih terdapat problem tersendiri bagi orang tua/pendidik anak usia dini mengenai cara pembelajarannya. Untuk itu diperlukan cara yang efektif dan relevan  serta tepat sesuai dengan karakteristik keagamaan anak usia dini. Untuk memperjelas masalah tersebut, akan dilakukan analisis dari para ahli tentang karakteristik keagamaan pada anak usia dini sehingga akhirnya para pendidik dapat memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang sifat keagamaan anak.

 

Karakteristik Anak Usia Dini

Karakteristik adalah sifat yang sesuai dengan perwatakan tertentu. Perwatakan berasal dari kata watak yang berarti sifat batin manusia yang mempengaruhi pikiran, tingkah laku, budi pekerti dan tabiat. Setiap anak memiliki dunia karakteristik sendiri yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka sangat aktif, dinamis, antusias, dan hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya,  serta seolah-olah tak pernah berhenti belajar. Setiap anak dapat mengalami proses tumbuh kembang yang berbeda satu sama lain. Dan perkembangan yang dicapai setiap anakpun tentu tidak sama hasilnya. Terdapat anak yang mungkin mengalami keterlambatan dalam perkembangan. Meskipun demikian melalui stimulus yang tepat disertai asupan nutrisi yang baik diharapkan anak dapat mengejar keterlambatannya dan mencapai perkembangan yang lebih optimal. 

Menurut Richard D. Kellough karakterisitik anak usia dini yang khas adalah sebagai berikut:

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun