Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Terkena Virus Televisi Akut

26 Agustus 2015   12:08 Diperbarui: 26 Agustus 2015   12:08 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Kalau orang mewacanakan betapa televisi dapat merusak sendi-sendi moral generasi muda itu, terutama tayangan hiburan  semacam sinetron, Talkshow, infotaiment saya mengakui dengan jujur saya termasuk orang yang terkena virus televisi. Setelah lelah seharian kerja dan sudah mengerjakan tetek bengek pekerjaan rumah tangga, yang saya lakukan hanyalah mencoba santai dan melepaskan lelah dngan menonton sederetan tayangan televisi. Saya tidak bisa menghindari televisi karena hampir tiap kamar ada televisi. Kalau ada benturan kepentingan dalam keluarga dalam memilih tontonan, saya bisa memilih pindah kamar demi memuaskan hasrat saya menonton TV. Jam-jam Prime time, sering terlewatkan, tapi saat malam menjelang tidur terkadang saya banyak tergoda untuk menonton tayangan Talkshow yang lucu-lucu. Untuk sinetron sih ada cuma banyak bolongnya(karena tidak bisa nonton dengan rutin. Tapi ada satu tontonan Televisi yang selalu saya tunggu yaitu MotoGP nah itu dia virusnya begitu pekat merapat di otak saya. Samapai kadang kadang  berat jika harus bepergian di jam saat tayangan Moto GP. Virus akut telah menjalar di otak saya karena ada adrenalin terbuncah saat menonton Moto GP. Meskipun  balapannya sering bisa ditebak siapa pemenangnya tapi virus adiktifnya sudah tertanam di otak.

Tak bisa dipungkiri televisi memang cerdas dalam mempengaruhi pemirsanya, maka banyak kejadian kriminal terinspirasi dari tayangan televisi. Virus televisi telah sedikit banyak melumpuhkan sendi-sendi rasionalitas manusia terbawa dalam mimpi-mimpi dan khayalannnya hingga muncul cerita fiktif, kekuatan fiktif sampai realita kehidupan  yang dilebay-lebay khan dan lucunya mau-maunya penonton  dibodohi oleh kayalan tim kreatif stasiun televisi, termasuk saya. Tapi ada juga tayangan semacam Kick Andy atau tayangan bernilai edukasi, petualangan, kuliner yang bisa diambil manfaatnya. Hanya sebagian besar tayangan televisi sekarang tidak berkontribusi positif pada kualitas hidup masa depan generasi muda. 

Berbicara sinetron televisi tentu berbicara pada cerita-cerita bombastis yang  seringkali meninabobokkan pemirsanya hingga akhirnya mengikuti gaya hidup seperti yang tergambar di tayangan yang mengandalkan rating untuk menaikkan bergaining position televisi. Apalagi televisi swasta yang bergantung penuh pada sponsor, tentunya susah berpikir ideal seperti yang disarankan pemerintah dan pengamat  media. 

Pemerintah sendiri sampai saat ini baru dalam tahap menghimbau pada insan televisi untuk tidak menjajah moral generasi masa depan dengan tayangan tidak mendidik dan cenderung merusak kualitas anak dan pemirsa yang harusnya bisa memanfaatkan waktu dengan membaca atau menulis. 

Harusnya bukan melotot pada televisi yang telah mencengkeram mindset seseorang menjadi sangat tergantung pada tayangan-tayangan hiburan sebagai sarana melepaskan diri dari stres televis harus di dudukkan sebagai sebagai pemberi informasi yang mendidik, tapi sayangnya informasi yang mendidik kalah dengan sinetron yang punya rating bagus. Stasiun televisi pasti lebih peduli dengan rating sebab akan mempengaruhi porsi iklan yang masuk. Jika semakin banyak iklan terjaring berarti pendapatan akan bertambah. Orientasi hampir semua stasiun televisi swasta tentu lebih mementingkan pendapatan daripada hanya idealisme tayangan yang berkualitas tapi sepi pemirsa.

Sayangnya tipe penonton televisi sebagian besar adalah tidak mau berpikir banyak dalam kualitas tayangan. Mereka kurang peduli apakah tayangan rasional, tayangan mendidik. Yang mereka tonton adalah tontonan menghibur yang mampu memberi kesegaran setelah capai bekerja, yang memberi rangsangan  tertawa yang spontan atau yang memberi informasi pada gosip-gosip aktual terutama pada artis idolanya. Mereka banyak yang lebih peduli gosip artis daripada berita yang memberi kecerdasan otak. Jadi selama tipe penonton masih tipe lama dan mindset pemirsanya masih seputar dunia artis, gosip, mengawang-awang, selebritas, glamour, hura-hura, komedi bombastis televisi tetap berjalan sebagai tabung pemberi mimpi yang tidak sejalan dengan realitas keseharian.

Saya sendiri yang sering menulis tentang dampak buruk televisi, tetap saja susah move on. Sampai saat ini saya masih menyukai televisi dengan segala hiburan yang kurang rasional, kalau mau sama sekali tidak menonton televisi saya harus menyingkirkan tabung tabung bergambar itu di setiap ruang rumah hingga akhirnya tak ada lagi televisi, tapi kontradiksinya jika saya tak menonton apa yang bisa saya tulis di kompasiana. Masa saya membuat kritik tanpa referensi dan narasumber, jadi fiktif dong.

Untuk para pengelola televisi, saran saya kompromilah dengan sponsor dan juga rumah-rumah produksi untuk memberi hiburan yang lebih logis, rasional dan mendidik. Terserah kemasannya bagaimana yang penting jangan menjajah ruang privat anak saat mereka sedang  dalam proses belajar. Nasihat juga saya tujukan untuk diri sendiri, batasi menonton televisi. Pilih tontonan yang tidak banyak menyesatkan pikiran dengan gosip-gosip murah yang hanya menjadi sampah di otak. Dampingi anak saat menonton televisi.Beri penjelasaan bila ada tayangan menyimpang dan selalulah memberi pengertian bahwa tayangan yang muncul di televisi itu tidak selamanya sama dengan kenyataan. Matikan saat  anak sedang belajar dan butuh istirahat. 

Kalau mau tidur matikan tivi bukan tivi yang menonton kita tidur...hehehe.

Sumber Gambar: Indonesiamediawatch.org

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun