Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

PDIP dan Langkah-Langkah yang Penuh Misteri

14 April 2023   09:16 Diperbarui: 14 April 2023   09:17 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sebagai partai yang masuk koalisi pemerintah dan kepala pemerintahannya berasal dari PDIP, langkah PDIP terasa aneh. Banyak trik politik yang tampak seperti mengkerdilkan upaya pemerintah dalam memajukan bangsa dengan kebijakan yang lebih berpijak pada masyarakat.

Partai Koalisi Rasa Oposisi

Menjelang tahun 2024 banyak manuver partai yang tergambarkan seakan-akan bertindak sebagai oposisi pemerintah. Padahal seharusnya mendukung secara allout apa yang dilakukan pemerintah. Langkah-langkah tradisional partai yang berpijak pada nilai-nilai yang diajarkan  Ir. Soekarno presiden pertama Republik Indonesia, ingin diimplementasikan dalam gerak kerja pemerintahan. Siapapun kepala pemerintah, daerah kalau ia berasal dari partai dianggap tetap sebagai petugas partai. Pemimpin tertingginya dalam hal ini Megawati Soekarno Putri berhak mencampuri urusan pemerintahan dengan berpijak pada klaim bahwa presiden adalah petugas partai yang harus patuh dan tunduk pada pimpinan partai.

Ini yang merepotkan. Padahal sebagai kepala negara yang dipilih langsung rakyat, partai hanyalah salah satu jalan. Kalau ada klaim "kamu bukan siapa-siapa tanpa kami partai politik yang memilihmu untuk menduduki puncak tertinggi pemerintahan." Ini yang susah dimengerti sebagai rakyat pemerintah harus lebih mendengarkan aspirasi rakyat bukan partai politik.

Memang benar, bahwa tanpa partai politik seseorang calon kepala negara akan sulit maju, karena konstitusi dan undang-undang mengatur tentang warga masyarakat yang bisa dipilih sebagai kepala pemerintahan yang harus bergabung di partai politik untuk mendapat legitimasi dan dukungan secara politik dan sistem pemilu yang sah. Belum ada seorang kepala negara yang datang independen tanpa melalui tahapan gabung dengan partai politik kecuali dari kalangan militer.

Namun, dengan hegemoni partai yang besar itu membuat ruang gerak presiden dalam mengambil kebijakan sering terhambat dengan intervensi partai politik. Semacam ada ketidaknyamanan pemimpin bila memilih pembantunya dalam hal ini menteri-mentrinya dan turunannya yang harus selalu melakukan kompromi dengan partai pengusungnya. Ada hutang politik yang mesti dibayarkan, terutama pembagian kue kekuasaan, keterlibatan dalam pemerintahan dan posisi-posisi strategis dalam pemerintahan yang harus melibatkan kader-kader partai politik.

Ini membuat dilema bagi kepala pemerintahan dalam hal ini presiden untuk memilih partner kerjanya yang benar-benar ahli dalam bidangnya bukan karena titipan partai. Namun itulah konstitusi dan undang-undang membuat presiden selalu harus konsultasi dengan partai pendukungnya. Sementara dalam kenyataan sering ditemukan fakta bahwa orang-orang partai sendiri seringkali menjadi musuh dalam selimut pemerintah, karena mereka mempunyai kepentingah khusus untuk memperbesar pengaruhnya baik dalam birokrasi maupun dalam komposisi kabinetnya, serta kue-kue manis jabatan strategis yang bisa mendatangkan keuntungan bagi partai itu sendiri.

Jika kepala pemerintah tersandera kepentingan politik orang-orang sekitarnya akan sulit membuat kebijaksanaan yang benar-benar pro rakyat, karena harus selalu mendengarkan masukan dari partai politik yang belum pasti berpikir sama dengan apa yang dipikirkan rakyat.

Bahkan jika terlalu memprioritaskan kepentingan rakyat maka partai politik seperti mempunyai trik dan manuver tersendiri untuk menghambat ruang gerak pemerintah. Inilah yang terjadi dengan pemerintahan sekarang.

 Puncak dari perbedaan itu adalah gagalnya Indonesia menyelenggarakan Piala Dunia U-20. Sejatinya tinggal selangkah lagi Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia namun FIFA membatalkannya karena adanya penolakan dari pemerintah daerah  Bali sebagai penyelenggara drawing Piala Dunia yang sedianya Bali menjadi tuan rumah. Keputusan mendadak Wayan Koster itu usut punya usut ternyata karena perintah dari pimpinan partai dalam hal ini PDI Perjuangan. Seminggu kemudian diperkuat dengan pernyataan Ganjar Pranowo yang menolak keikutsertaan Israel untuk bertanding di Indonesia karena latar belakang sejarah. PDIP mengkaitkan dengan amanat konstitusi UUD 45 bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa  dan oleh sebab itu, Penjajahan di atas Bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanuniaan dan perikeadilan.

PDIP Blunder Atau Sengaja Bertindak Antitesis terhadap Pemerintah?

Pedoman partai tentang amanat UUD 1945 itu menjadi pegangan untuk menolak kontingen sepakbola asal Israel yang notabene sekarang terus melakukan aksi penyerangan terhadap bangsa Palestina. Indonesia menurut PDIP menolak Israel agar tidak muncul peristiwa yang tidak diinginkan di kemudian hari jika dipaksakan Indonesia menyelenggarakan Piala Dunia U 20 tersebut.

Dengan dibatalkannya penyelenggaraan piala dunia U 20 kerugian sangat besar terutama karena secara intensif Indonesia mengajukan diri menjadi tuan rumah. FIFA mempunyai aturan ketat dalam hal penyelenggaraan kejuaraan bertaraf internasional tersebut. Ada persyaratan bahwa negara atau pemerintah tidak boleh turut campur dalam hal aturan main yang dibuat FIFA, kalah melanggar akan mendapat hukuman berat. Di kasih kartu merah berarti sebuah negara tidak boleh menyelenggarakan pertandingan bertaraf Internasional, apapun kegiatan sepakbola di dalam negeri tidak pernah diakui FIFA dan dunia internasional.

Masih beruntung Indonesia  hanya dikartu kuning, artinya hanya mendapat sangsi administrasi, masih bisa ikut pertandingan internasional. Namun dampak dari batalnya penyelenggaraan Piala Dunia ini bisa membuat reputasi Indonesia hancur karena apa-apa ketidakpercayaan internasional karena Indonesia tidak bisa menjamin keamanan karena masalah konstitusi yang membatasi Indonesia untuk menjadi tuan rumah karena masalah keamanan dan suasana politik yang tidak mendukung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun